JAKARTA, jurnal-ina.com – Kementerian Koperasi (Kemenkop) berkomitmen terlibat aktif untuk akselerasi program reforma agraria hingga upaya pemerataan kesejahteraan masyarakat sebagai pengelola lahan dengan wadah koperasi. Reforma agraria merupakan sarana strategis untuk mewujudkan target swasembada pangan yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto melalui Asta Cita.
Deputi Bidang Pengembangan Talenta dan Daya Saing Koperasi Kemenkop Destry Anna Sari mengatakan program reforma agraria akan memberikan dampak yang lebih masif bagi masyarakat apabila semua pengelola lahan dikonsolidasikan di wadah koperasi. Pasalnya hasil produk pertanian dari lahan garapan akan mampu mencapai skala keekonomian ketika dikelola oleh koperasi.
“Kalau rakyat kecil itu hanya diberikan sertifikat (sertifikat tanah untuk dikelola) tidak akan pernah bisa optimal karena hasilnya tidak jadi apa-apa. Tetapi kalau dikonsolidasikan dengan baik, melalui koperasi ini akan mendapatkan nilai tambah,” kata Destry Anna Sari pada agenda Asia Land Forum (ALF) 2025 di Jakarta, Rabu (19/2/2025).
ALF merupakan forum yang strategis untuk menjalin kerjasama dalam upaya penyelesaian berbagai permasalahan terkait pengelolaan tanah antar negara, khususnya di kawasan Asia. Turut hadir dalam acara tersebut Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan Budiman Sudjatmiko, Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertahanan Nasional Ossy Dermawan, Wakil Menteri Dalam Negeri Ribka Haluk dan Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Yudi Kurnia.
Destry menambahkan dengan wadah koperasi petani sebagai pengelola lahan juga akan terjamin mendapatkan bibit hingga pupuk yang berkualitas. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah yang akan menjadikan koperasi sebagai penyalur pupuk bersubsidi dari produsen.
Dengan adanya jaminan tersebut diharapkan hasil produksi pertanian akan semakin meningkat sehingga koperasi sebagai agregator dan konsolidator akan membantu pemasaran. Melalui koperasi ini juga, beban petani selama proses tanam hingga panen akan berkurang karena seluruh mata rantai produksinya dikelola oleh koperasi.
“Ini komitmen Kemenkop agar partisipasi masyarakatnya di arahkan dalam bentuk koperasi sesuai Asta Cita. Memang program reforma agraria ini belum berjalan smooth, nah ini saatnya kita menjahit kembali agar keberlanjutannya ada,” ujarnya.
Akan Bersinergi
Destry Anna menambahkan untuk menuntaskan berbagai permasalahan yang terjadi di program reforma agraria, termasuk permasalahan turunannya dibutuhkan komitmen dari semua pihak untuk terlibat secara aktif. Untuk itu Kemenkop bersama dengan KPA akan bersinergi lebih erat untuk mendorong para petani atau pengelola perhutanan sosial untuk dapat menjadi bagian dari koperasi.
“Jadi memang ada permasalahan yang sudah 25 tahun harus tuntas, nah kalau ini bisa dilakukan sebenarnya penguatan koperasi akan lebih masif karena legalitas para petani dan yang mengelola di kawasan hutan bisa dimonetisasi,” pungkasnya.
Sementara itu Dewan Nasional KPA Yudi Kurnia berharap melalui ALF semua permasalahan yang terjadi dalam program reforma agraria dapat didiskusikan mengadopsi dari praktek baik yang telah dilakukan oleh beberapa negara di Asia. Menurutnya permasalahan yang terjadi seperti konflik agraria di tengah masyarakat karena kurangnya komunikasi yang dilakukan pemerintah terhadap masyarakat lokal.
Menurut Yudi peran masyarakat sipil untuk menjadi bagian dari permasalahan konflik atau sengketa tanah sangat dibutuhkan. Bahkan koperasi, katanya, bisa menjadi penengah dari segala permasalahan yang timbul di lapangan.
“Melalui ALF ini, saya berharap kita bisa bertukar gagasan dan berbagi pengalaman untuk menetapkan solusi yang bisa direalisasikan. Kita harapkan menghasilkan rekomendasi yang dapat memperkuat kolaborasi yang kita jalin selama ini,” tutur Yudi.
Erwin Tambunan
“Kemenkop berkomitmen agar partisipasi masyarakatnya di arahkan dalam bentuk koperasi sesuai Asta Cita,” paparnya. Foto: Humas Kemenkop.
Artikel ini sudah terbit di jurnal-idn.com