JAKARTA, jurnal-ina.com – Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi memaparkan 7 tantangan untuk penguatan produksi susu sapi melalui koperasi. Pertama, produktivitas sapi perah rendah, di mana kualitas genetik sapi perah masih tergolong rendah dibandingkan negara penghasil susu lainnya.
“Itu juga disebabkan terkait ketersediaan pakan yang berkualitas dan bergizi masih terkendala. Ditambah lagi sering terjadi penyakit pada sapi perah yang menurunkan produktivitas,” ucap Menkop di Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, di Jakarta, Senin (9/12/2024).
Raker juga membahas ketahanan industri susu lokal. Menkop menyoroti tantangan kedua terkait keterbatasan infrastruktur seperti kandang, peralatan dan transportasi. “Masih banyak peternak menggunakan kandang tradisional yang kurang memadai. Juga, ketersediaan peralatan pemerahan dan pendinginan susu yang modern masih terbatas,” ujar Menkop.
Ketiga, akses terhadap pembiayaan, di mana banyak peternak kesulitan mendapatkan modal untuk mengembangkan usaha peternakan sapi perah. “Akses terhadap lembaga keuangan formal masih terbatas,” kata Menkop.
Penerapan dan pengetahuan teknologi para peternak disebut Budi Arie sebagai tantangan keempat. “Penerapan teknologi modern dalam peternakan sapi perah masih rendah, hingga peternak seringkali kurang memiliki pengetahuan tentang teknologi peternakan moderen,” lanjut Menkop.
Tantangan kelima adalah fluktuasi harga susu dan ongkos produksi. “Harga susu di tingkat peternak seringkali tidak stabil dan cenderung rendah. Bahkan, kenaikan harga pakan dan obat-obatan dapat menekan keuntungan peternak,” sambung Menkop.
Keenam, terkait persaingan produk impor, terutama menyangkut kualitas produk susu impor yang sering dianggap memiliki kualitas lebih baik. “Lalu, harga susu impor seringkali lebih kompetitif,” tutur Menkop.
Tantangan ketujuh, Budi Arie menyorot perubahan iklim yang dapat mempengaruhi ketersediaan pakan alami. “Bahkan, perubahan iklim dapat memicu munculnya penyakit baru pada ternak,” jelas Menkop.
Oleh karena itu, Kementerian Koperasi (Kemenkop) bakal menerapkan beberapa langkah dan strategi dalam peningkatan penyerapan produksi susu. “Kita terus tingkatkan kualitas dan standarisasi produk susu lokal.”
Promosi dan edukasi masyarakat juga akan dikembangkan, terutama dalam kampanye konsumsi susu, edukasi gizi dan promosi produk lokal. “Kita harus kuatkan kemitraan antara peternak dan industri, hingga kemitraan dengan pemerintah,” Menkop mengutarakan.
Dia menyebut perlunya peningkatan daya saing produk lokal yang mencakup pengembangan branding dan peningkatan efisiensi produksi. “Yang tak kalah penting adalah diversifikasi produk dan inovasi produk dalam pengembangan produk olahan susu,” terang Menkop.
Yang juga harus dilakukan adalah peningkatan akses distribusi, yakni pengembangan infrastruktur, modernisasi pasar dan e-commerce. “Itu semua membutuhkan dukungan kebijakan pemerintah, di antaranya preferensi penggunaan produk lokal, pengembangan UMKM pengolah susu, hingga perlindungan hukum pelaku susu,” ungkap Budi Arie.
Susu Impor
Anggota DPD asal Jakarta Fahira Idris mengatakan bahwa ketahanan susu lokal ini merupakan isu yang sangat strategis, maka bea masuk susu impor 0% yang berasal dari perjanjian perdagangan bebas, telah banyak menimbulkan kekhawatiran.
Beberapa langkah yang harus dilakukan untuk memperkuat susu lokal, menurut Fahira, adalah penguatan peran koperasi di mana perlu pendampingan intensif kepada koperasi terutama dalam hal manajemen, produksi dan pemasaran, agar mereka lebih kompetitif.
Langkah lainnya, juga harus mendorong kemitraan strategis antara koperasi dan Industri Pengolahan Susu (IPS) untuk memastikan penyerapan produksi susu lokal. “Harus ada juga insentif dan perlindungan pasar lokal. Pertimbangkan juga pemberian insentif fiskal pada koperasi susu lokal untuk mendukung daya saing mereka,” pinta Fahira.
Berikutnya adalah kembangkan mekanisme perlindungan harga seperti subsidi harga minuman bagi susu lokal. “Perlu juga adanya akses koperasi kepada teknologi modern agar dapat meningkatkan kualitas produknya,” papar Fahira.
Bahkan, Fahira menganggap perlunya membangun pusat pelatihan yang fokus kepada teknologi dan manajemen distribusi untuk koperasi. “Regulasi impor juga harus adil yang lebih berpihak pada peternak lokal.”
Sementara Cashyta A Kathmandu mengungkapkan bahwa wilayahnya (Boyolali) merupakan yang paling terdampak dari adanya kisruh susu lokal di mana ada sekitar 5 ton susu yang terbuang. Cashyta mempertanyakan rencana Kemenkop yang akan mendorong koperasi dari teknologi pengolahan susu segar ke susu bubuk.
Oleh karena itu, Komite IV DPD RI dan Kementerian Koperasi bersepakat untuk bersama-sama mengkaji berbagai kebijakan dan regulasi terkait impor yang berdampak langsung terhadap masyarakat.
Hasil kesimpulan Raker lainnya, Komite IV DPD RI mendorong Kementerian Koperasi agar melakukan perbaikan regulasi dan kebijakan melalui evaluasi perjanjian perdagangan bebas yang merugikan koperasi susu lokal dan penerapan kebijakan tarif proteksi untuk produk susu impor. Juga, mendorong implementasi kebijakan preferensi bagi susu lokal dalam program nasional seperti Makan Bergizi Gratis (MBG).
Mulia Ginting – Erwin Tambunan
Kesepakatan bersama mengkaji kebijakan dan regulasi terkait impor yang berdampak langsung terhadap masyarakat. Foto: Humas Kemenkop.
Artikel ini sudah terbit di jurnal-idn.com