JAKARTA, jurnal-ina.com – Aksi gerakan cuti bersama yang dilakukan para hakim harus menjadi perhatian bersama. Meski gerakan tersebut berupa soft action, tapi cuti bersama yang kompak dilakukan seluruh hakim di Indonesia ini menunjukkan titik nadir yang harus segera disikapi cepat dan tepat.
Pemerintah meski bijaksana dengan mengabulkan apa yang menjadi harapan para pengadil. Kenaikan gaji hakim harus bisa menyelesaikan problem kesejahteraan yang dihadapi karena yang paling terdampak adalah hakim kelas bawah dan berhadapan langsung dengan masyarakat.
Sebagai pengetuk palu keadilan, harapan yang disampaikan hakim-hakim jadi cermin realitas ketidakadilan yang langsung mereka alami. Maka miris, sejak 2012 hingga saat ini pengabdian mereka tak mendapat perhatian khusus.
Jadi secara jernih kita pun melihat ini bukan semata “minta naik gaji”, tapi pemenuhan hak finansial dan fasilitas atas segala hal telah diabdikan selama itu.
Oleh karenanya, rencana revisi PP (Peraturan Pemerintahan) Nomor 94 tahun 2012 tidak boleh sekedar formalitas. Tempo 12 tahun tanpa kenaikan gaji adalah puncak kesabaran yang ditunjukkan dengan kearifan, kalau sampai tuntutan mereka tak terpenuhi, maka pemerintah pun berada di puncak kedzaliman.
Peneliti Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK)
Ahmad A. Hariri
081291964433
Ahmad A. Hariri
Artikel ini sudah terbit di jurnal-idn.com