JAKARTA, jurnal-ina.com – Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri menangkap dua warga negara asing asal Nigeria yang jadi pelaku tindak pidana siber, dengan modus penipuan skema business email compromise (BEC) dengan korban perusahaan asal Singapura, kerugian Rp32 miliar.
Direktur Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol. Himawan Bayu Aji di Jakarta, menjelaskan pengungkapan kasus ini berawal dari laporan korban sebuah perusahaan real estate yang berkedudukan di Singapura.
“Kami menindaklanjuti laporan dari Kepolisian Singapura melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus terkait manipulasi data atau business email compromise dengan menggunakan email palsu dan memanfaatkan informasi data komunikasi antara perusahaan internasional,” kata Himawan, Selasa (7/5/2024).
Dari penyidikan ditangkap lima orang pelaku, dua di antaranya merupakan warga negara Nigeria berinisial CO atau O dan EJA. Keduanya mempunyai peran sama-sama mengupah warga negara Indonesia untuk mendirikan perusahaan dan melakukan penipuan BEC.
Sementara itu, tiga pelaku berstatus warga negara Indonesia, masing-masing berinisial DM alias L (38), YC (37) dan I (49). Salah satu tersangka berinisial DM merupakan residivis yang sudah dua kali melakukan kejahatan hampir serupa di wilayah hukum Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri.
Kegiatan penipuan ini, kata dia, dilakukan oleh para tersangka dengan cara email compromise scam yang melibatkan perusahaan Kingsford Huray Development Ltd yang telah mentransferkan dana kepada Huttons Asia tetapi dikirim ke Huttons Asia Internasional. “Diinformasikan bahwa email tersebut bukan milik PT Huttons Asia,” ujarnya.
Peristiwa tindak pidana tersebut terjadi pada 20 Juni 2023 di kantor Kingsford Huray Development Ltd dan baru April 2024 Polri berhasil menangkap para pelaku yang merupakan sindikat. “Para pelaku mengirimkan rekening palsu yang telah dibuat berada di Indonesia melalui salah satu Bank BUMN. Sehingga korban mengalami kerugian Rp23 miliar,” tegas Himawan.
Menjaring WNI
Yang menarik dari pengungkapan ini, pelaku warga negara Nigeria menjaring warga negara Indonesia untuk membuat perusahaan dan rekening penampung uang hasil kejahatan penipuan BEC, di mana salah satu pelaku seorang wanita yang dipacari atau dinikahi oleh pelaku.
Setelah membuat perusahaan yang menyerupai perusahaan asli, kemudian membuat rekening perusahaan. Kedua hal itu hanya bisa dibuat oleh WNI. Yang menjadi komisaris dan direktur adalah orang Indonesia. “Biasanya modusnya mereka adalah memacari, nah kali ini ada wanitanya berarti dipacari atau dinikahi kemudian diperintahkan atau dibujuk untuk membuat rekening dan perusahaan,” lanjut Himawan.
Dalam pengungkapan ini, penyidik berhasil menyita uang tindak kejahatan dari pelaku senilai Rp32 miliar. Selain itu, ada satu tersangka yang masih buron berinisial S, warga negara Nigeria yang berperan sebagai peretas. Dalam pengungkapan ini pun satu warga Nigeria ditangkap karena kepemilikan narkoba tembakau gorila, tetapi sudah diserahkan ke Imigrasi untuk dideportasi.
Untuk para tersangka dijerat dengan Pasal 51 ayat (1) juncto Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan atau Pasal 378 KHUP dan Pasal 55 ayat (1) KUHP serta Pasal 82 dan Pasal 85 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang transfer dana, dan/atau Pasal 3, Pasal 5 ayat (1), Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan ancaman hukum paling lama 20 tahun penjara.
Pengungkapan kejahatan siber dengan modus yang sama juga pernah diungkap Bareskrim Polri pada tahun 2021 melibatkan perusahaan di Korea Selatan.
ET – Ant
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri mengungkap kasus penipuan siber berkedok email palsu perusahaan internasional di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (7/5/2024). Foto: Ant.