Rizky Ridho cs ke Semifinal Piala Asia U-23, Membentang Asa di Tengah Gelombang

Indonesia vs Korsel 11-10 (2-2)

M. Nigara
Wartawan Sepakbola Senior

Jurnal-ina-com – PERSIS seperti kapal kecil yang mampu menembus gelombang, berlayar ketepian sambil mengabarkan kebahagiaan. Begitu saya mengumpamakan Rizky Ridho dan kawan-kawan yang mampu mencapai semifinal Piala Asia U-23 setelah mengalahkan Korea Selatan, sang Gelombang dalam drama adu penalti, Jumat (26/4/24) dini hari, di hadapan sekitar 5.000 pendukungnya.

Tim asuhan Shin Tae-yong (Korea Selatan) tampil di Stadion Abdullah bin Khalifa, nyaris tanpa beban. Meski demikian, gawang Ernando Ari sebenarnya sempat kebobolan, namun wasit Shaun Evans asal Australia menganulirnya setelah melihat tayangan VAR. Begitu saat adu penalti kelima Indonesia, Justin Hubner dapat dibendung kiper Korsel, Baek Jongbum.

Evans kelihatan aktif berkomunikasi dengan ruang kontrol VAR. Tak lama, dia memerintahkan penalti diulang, karena Jongbum sudah bergerak lebih dulu.

Drama adu penalti pun berlanjut dan Indonesia berhasil unggul 11-10, setelah sepakan Pratama Arhan menggoyang jala gawang Korsel. Sebelumnya, Ernando Ari berhasil menepis sepakan Lee Kang-hee.

Pertarungan perempatfinal itu berjalan sangat panjang. Rafael Struick membobol gawang Jongbum menit ke-15, 1-0. Korsel menyamakan kedudukan 1-1, lewat gol bunuh diri Komang Teguh (45). Lalu Struick kembali mengoyak jalan Korsel, 2-1 (45+3).

Meski Korsel kehilangan satu pemain karena pelanggaran serius, diusir dari lapangan. Meski demikian, Korsel terus menggedor pertahanan Indonesia dan di menit-84, Jeong Sang-bin berhasil menyamakan kedudukan 2-2.

Perpanjang 15×2 terpaksa harus dijalankan karena skor imbang 2-2 hingga peluit panjang di menit ke-100. Dan pertarungan pun harys diakhiri melalui adu-penalti.

Terkontrol

Tahun 1976, tim nasional senior kita nyaris ke Olimpiade Montreal saat melawan Korut di Jakarta. Namun, meski unggul penendang timnas kita kalah dan olimpiade tetap menjadi mimpi hingga hari ini.

Ada perbedaan yang mencolok situasi saat itu dengan kondisi adu penalti yang sekarang. Saat 1976, dari hasil cerita setelah kejadian, banyak pemain yang tidak siap. Mental mereka terganggu hingga akhirnya mereka tak mampu memanfaatkan keunggulan. Meski demikian, rasa hormat, kagum dan bangga saya tidak berkurang pada Iswadi Idris, Risdianto, Sutan Harhara, Junaedi Abdillah dan kawan-kawan yang saat itu menjadi punggawa tim nasional. Hormat saya juga tetap sangat tinggi untuk Wiel Coerver, pelatih asal Belanda yang menjadi arsitek timnas.

Hari ini, anak-anak tampak begitu tenang. Dari 11 kali kesempatan menyepak, hanya satu yang gagal. Bahkan Sananta dan Arhan dua kali menyepak dan kedua kalinya tetap gol.

Persoalan mental ini yang jarang disentuh oleh banyak pengamat. Sehebat apa pun seorang pemain, jika mentalnya terganggu, maka segenap kehebatannya lenyap. Terganggu mentalnya bisa disebabkan oleh banyak hal. Satu di antaranya timbul rasa minder atau rendah diri.

Nah, anak-anak STY ini tidak demikian. Mengapa? Karena mereka bermain dan bergaul di Eropa. Mereka ikut dalam kompetisi besar. Saya melihat, STY dan tim, benar-benar sudah mampu mengontrol dan membangun
mental pemain. Artinya, STY sudah pada posisi yang tepat memimpin pasukan. Dan PSSI pun sudah tepat memperpanjang kontraknya.

Jadi, jika masih ada orang yang mempermasalahkan posisi pelatih asal Korsel itu, kita dapat pastikan, orang itu sedang sakit hati dan jiwanya.

Bravo PSSI….
Bravo sepakbola kita….

M. Nigara

Related posts

banner 468x60

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *