JAKARTA, jurnal-ina.com – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) kick off akselerasi sertifikasi halal produk makanan dan minuman (Mamin) di 3.000 desa wisata dalam rangka mewujudkan Wajib Halal Oktober (WHO) 2024.
Pada “The Weekly Brief with Sandi Uno” secara daring, Menparekraf Sandiada Uno mengatakan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal disampaikan masa penahapan pertama kewajiban sertifikat halal akan berakhir pada 17 Oktober 2024. Karenanya perlu dipersiapkan dengan baik.
“Untuk itu, kami berkomitmen dengan mengirimkan surat edaran kepada seluruh pelaku parekraf agar patuh terhadap aturan di tahap pertama ini,” kata Sandiaga, Senin (22/4/2024).
Akselerasi sertifikasi halal memuat program sosialisasi, edukasi, literasi, publikasi, hingga fasilitasi anggaran bagi UMKM supaya mendapatkan pelayanan sertifikasi gratis di 3.000 desa wisata. Program akselerasi sertifikasi halal bekerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang diperuntukkan bagi pelaku usaha, pengelola desa wisata, kelompok sadar wisata, kepala desa dan lembaga terkait.
Indonesia telah mendapat sejumlah penghargaan untuk kategori wisata halal. Salah satunya predikat yang disematkan Global Muslim Travel Index 2023. Di mana Indonesia menjadi destinasi halal terbaik dunia.
The Global Islamic Economy Indicator dalam State of the State of Global Islamic Economy (SGIE) Report 2023 yang diluncurkan DinarStandart di Dubai, Uni Emirat Arab, juga memperlihatkan eksistensi Indonesia di sektor produk halal.
Indonesia menduduki peringkat ketiga setelah Malaysia dan Arab Saudi. Dengan kontributor tertingginya adalah pangan halal. Peringkat tersebut naik yang sebelumnya ada di posisi ke-4 menjadi posisi ke-3.
Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal, Muhammad Aqil Irham, menekankan bahwa halal yang dimaksud dalam konteks ini adalah halal berkaitan dengan higienitas. Mulai dari kesehatan, mutu, hingga kualitas dari satu produk.
“Meningkatkan Tambahan Pendapatan”
“Begitu juga dari aspek bisnis bisa meningkatkan nilai tambah dan daya saing pelaku usaha di dalam usaha meraka. Dan dengan demikian pelaku usaha bisa meningkatkan tambahan pendapatan,” ujar Aqil.
Oleh karena itu, kolaborasi dengan Kemenparekraf tentu menjadi upaya untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya ekonomi kreatif pelaku UMKM, khususnya di desa wisata agar bisa memberi pelayanan tambahan khususnya untuk mamin untuk wisatawan yang akan mengunjungi desa wisata.
“Di samping itu juga untuk memberikan perlindungan konsumen agar merasa aman, nyaman dan tenang, apabila pusat kuliner yang berada di destinasi sudah mendapatkan sertifikasi halal,” tutur Aqil.
Deputi Bidang Industri dan Investasi Kemenparekraf/Baparekraf, Rizki Handayani, mengatakan wisata halal atau wisata ramah Muslim ini tidak akan berhasil diterapkan apabila pelaku industri kuliner tidak dapat memberikan jaminan kehalalannya. Karenanya, bagi pelaku usaha diharapkan segera melakukan sertifikasi halal.
“Kemenparekraf bersama dengan BPJH akan melakukan sosialisasi yang cukup masif. Produk halal ini menjadi penting juga apabila ingin mengekspor,” terang Rizki.
Direktur Tata Kelola Destinasi Kemenparekraf/Baparekraf, Florida Pardosi, menambahkan ada sekitar lebih dari 3.989 data desa wisata yang telah di verifikasi di jejaring Jadesta. Untuk kemudian disinergikan dengan data sebaran pendampingan proses produk halal (PPPH/P3H). Sehingga pemilihan 3.000 desa berdasarkan ketersediaan petugas P3H di daerah oleh BPJPH.
“Melalui program ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan konsumen, meningkatkan kesadaran tentang kebersihan dan keamanan pangan, serta membuka peluang kerja sama dengan mitra-mitra strategis,” ungkap Florida.
Namo Fitzgerald
“Kami berkomitmen dengan mengirimkan surat edaran kepada seluruh pelaku parekraf agar patuh terhadap aturan di tahap pertama ini,” kata Sandiaga. Foto: Humas.