“Curhat” ke MenKopUKM, Mereka Kerap Dituduh Produksi Knalpot Bising

banner 468x60

JAKARTA, jurnal-ina.com – Ketua Asosiasi Knalpot Seluruh Indonesia (AKSI) Asep Hendro menyampaikan keluhan dan curahan hati (curhat) atas keresahan mereka karena kerap dituduh memproduksi knalpot yang menimbulkan kebisingan yang sering terjaring razia aparat kepolisian.

“Kami berharap standardisasi atau Standar Nasional Indonesia (SNI) dan regulasi terkait knalpot segera diterbitkan untuk mendukung industri knalpot lokal dan UMKM semakin berkembang,” kata Asep Hendro saat beraudiensi dengan MenKopUKM, di Jakarta, Selasa (6/2/2024).

Jika SNI knalpot telah terbit AKSI menyatakan siap memenuhi standardisasi dan regulasi yang menjamin produk knalpot memenuhi SNI sehingga produk knalpot lokal semakin berdaya saing dengan ambang batas kebisingan yang aman dan sesuai dengan aturan yang berlaku.

Asep Hendro beserta pewakilan anggota AKSI lainnya menemui Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki untuk beraudiensi dan mengeluhkan terkait produk knalpot mereka yang kerap diasosiasikan dengan knalpot brong yang banyak dipermasalahkan belakangan ini.

Asep menjelaskan produk knalpot lokal atau aftermatket banyak dikesankan sebagai knalpot brong yang tidak standar dan menyebabkan polusi suara. “Knalpot yang hanya memakai hider tanpa silencer, itu yang disebut brong yang sering memekakan telinga,” ucap Asep.

Pengendara kendaraan bermotor yang menggunakan knalpot brong tidak sesuai standar SNI dapat dikenai sanksi sesuai Pasal 285 jo ayat (1) jo Pasal 106 ayat (3) dan Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3), dengan denda maksimal Rp250.000 karena kebisingan suaranya mengganggu konsentrasi pengendara lainnya sehingga berpotensi menimbulkan kecelakaan lalu lintas.

Sayangnya, Asep menjelaskan razia yang digelar untuk menertibkan penggunaan knalpot brong belakangan ini justru berdampak kepada UMKM produsen knalpot. “Kami punya 20 brand serta 15.000 karyawan yang saat ini sudah dirumahkan,” ujar Asep.

Itu karena ada kesan yang ditimbulkan bahwa knalpot produksi mereka merupakan knalpot brong karena tidak sesuai standar yang diberlakukan pemerintah.

Padahal, pihaknya menjamin, knalpot yang diproduksi anggota AKSI sudah memenuhi regulasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tentang ambang batas kebisingan dan dapat dijadikan sebagai acuan bagi industri untuk memproduksi knalpot.

Asep berharap berbagai instansi terkait seperti Kementerian Perindustrian (Kemenperin), KLHK, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan pihak Kepolisian dapat duduk bersama untuk merumuskan ketentuan knalpot yang sesuai dengan standar atau ber-SNI. “Saya berharap segera ada SNI untuk knalpot, sehingga UMKM industri knalpot dapat kembali seperti semula bahkan bisa lebih meningkatkan omzet,” tegas Asep.

MenkopUKM Teten Masduki menanggapi bahwa pelarangan knalpot aftermarket ini harus mempertimbangkan banyak hal termasuk kelangsungan industri UMKM knalpot. Dia mencermati sejumlah kasus penggunaan knalpot yang mengganggu kenyamanan masyarakat justru disebabkan karena belum adanya SNI baku terkait knalpot sebagaimana produk otomatif lain yang telah lebih dulu ber-SNI.

Saat Razia Knalpot

Dia memastikan bahwa pelaku UMKM knalpot siap memenuhi regulasi terkait produk sehingga tidak lagi selalu menjadi pihak yang disalahkan saat razia knalpot brong dilakukan.

Menurut MenkopUKM, sebagaimana disampaikan AKSI ada potensi ekonomi yang luar biasa besar di bisnis knalpot ini. Sebut saja, anggota AKSI sudah memiliki 20 brand knalpot lokal dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 15.000 orang dan bisa berkembang karena masih ada sekitar 300 perajin knalpot dan brand knalpot yang bisa diajak bergabung ke asosiasi.

“Ini merupakan embrio industri otomotif yang harus kita kembangkan ke depan karena memiliki potensi ekonomi yang cukup besar dan menyerap banyak tenaga kerja,” lanjut Teten Masduki.

Dikatakan semua pihak terkait harus mulai mengatur penggunaan knalpot yang terstandardisasi SNI, karena hingga saat ini belum ada aturan baku mengenai hal itu. Dari sekian banyak produk komponen otomotif, baru sembilan yang sudah tersertifikasi SNI, yang lainnya belum ada, termasuk knalpot ini.

“Jadi dalam aturan, kita akan mencoba duduk barsama dengan stakeholder lain Badan Standardisasi Nasional (BSN), KLHK, Kemenperin, Kemenhub dan Kepolisian untuk menyusun standardisasi produk otomotif knalpot, termasuk dengan Kemenhub yang akan menjadi penghubung dengan Kepolisian,” terang Teten.

Menanggapi tentang regulasi ambang batas kebisingan, Menteri mengatakan, regulasi tersebut harus diinformasikan kepada stakeholder lain sebagai acuan regulasi yang ada termasuk saat akan melakukan penertiban. Di sisi lain, dia yakin bahwa tak sedikit dari industri dan perajin knalpot yang mulai memikirkan standardisasi, maupun kualitas produk. Sehingga bisa memenuhi kriteria yang dipersyaratkan KLHK.

Dengan begitu, KemenkopUKM berharap industri ini tetap tumbuh dan berkembang dengan mengikuti koridor dan regulasi yang berlaku. “Dan sesuai dengan standardisasi yang kita tetapkan bersama nanti,” ungkap Teten.

Turut hadir Deputi Bidang KemenKopUKM Hanung Harimba Rachman yang mengatakan bisnis knalpot ini merupakan salah satu industri kreatif yang sudah berkembang di masyarakat dan banyak mendatangkan multiplier effect. “Kalau sepeda motor menggunakan knalpot aftermarket, itu pasti ada penyesuaian dari sisi mesin. Ada komponen-komponen yang harus dipasangkan kembali oleh bengkel. Artinya, dampak turunannya luar biasa,”  jelas Hanung.

Adapun dampak lainnya, semua bergerak di antaranya bengkel, pemasaran sebagai agen penjualan, mekanik-mekanik dan juga industri kreatif yang akan menjadi makin bergairah. “Maka, kita menganggap penting bahwa memberdayakan industri knalpot lokal sangat strategis untuk dikembangkan,” tutur Hanung.

Mulia Ginting – Erwin Tambunan

Seorang pekerja anggota AKSI sedang beraksi menciptakan produk knalpot aftermarket yang dituding menimbulkan suara berisik. Foto: KemenKopUKM.

Artikel ini sudah terbit di govnews-idn.com

banner 300x250

Related posts

banner 468x60

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *