Sambut Kampanye Pemilu 2024, Universitas Paramadina Canangkan Literasi Media Berbasis Politik

banner 468x60

JAKARTA, jurnal-ina.com – Universitas Paramadina adakan diskusi publik mengenai Literasi Media Berbasis Politik. Forum diskusi tersebut bertujuan memberikan pemahaman tentang strategi komunikasi untuk menangkal disinformasi dan ujaran kebencian pada pemilu 2024 mendatang. Forum yang diadakan di Aula Nurcholish Madjid bekerjasama dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Komisi Pemilihan Umum (KPU), serta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan dihadiri ratusan mahasiswa Ilmu Komunikasi se-Jabodetabek.

Forum dibuka Rektor Universitas Paramadina Prof. Didik Junaidi Rachbini, M.Sc., Ph.D dan Dekan Fakultas Falsafah dan Peradaban Dr. Tatok Djoko Sudiarto. Adapun narasumber sebagai berikut, Erik Ardiyanto Dosen Komunikasi Politik Universitas Paramadina, Yulianto Sudrajat Komisioior KPU RI, Agung Indra Kepala Biro Hukum dan Humas Bawaslu RI dan Tulus Santoso Komisioner KPI Pusat.

Pada forum tersebut Komisioner KPU RI Yulianto Sudarajat mendorong mahasiswa untuk berpatisipasi aktif di pemilu serentak pada 2024 mendatang. Yulianto merefleksi tentang ujaran kebencian dan hoax yang terjadi pada Pemilu 2019. “Saya memiliki catatan dalam pemilu sebelumnya jadi saya berharap ke depannya pemilu bisa berjalan lebih dewasa,” ujar Yulianto.

Dia menjelaskan bahwa dalam pemilu serentak 2024, KPU memiliki visi untuk mewujudkan pemilu yang adil untuk mensejahterakan rakyat dan menyatukan anak bangsa. Menurutnya segmentasi konstituen di Indonesia hari ini mayoritas anak muda, sehingga peran pemilih muda menjadi sangat signifikan di pemilu yang dapat menentukan postur pemilihan nasional. Literasi media menjadi alat refleksi dan alat baca anak muda ketika melakukan kegiatan di media sosial.

Agung Indra Kepala Biro Hukum dan Humas Bawaslu RI memaparkan tentang cara mewujudkan media sosial yang humanis. Menurutnya minimnya literasi digital serta kurangnya pengetahuan hukum yang didapat merupakan faktor yang menyebabkan penyebaran disinfomasi dan hate speech. “Demi meminimalisir adanya pelanggaran dalam berkampanye atau berpendapat, maka Bawaslu mengawasi sosial media agar tidak adaa penyebaran hoax5 dan penyebaran SARA,” ungkap Agung.

Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa Bawaslu juga berkolaborasi dengan kemenkominfo untuk mengawasi website-website yang dianggap melanggar undang-undang serta bekerjasama dengan masyarakat untuk menangani disinformasi di pemilu.

Nalar Kritis

Narasumber ketiga Tulus Santoso Komisioner KPI pusat memaparkan tentang peran KPI dalam Pemilu. Dia menjelaskan bahwa Literasi Media merupakan cara menggunakan pemikiran nalar kritis saat mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan memproduksi untuk tujuan tertentu. Menurutnya, saat ini tv dan radio jauh lebih bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya meskipun terkait dengan afiliasi politik. Dia juga menjabarkan tentang Peraturan Perundang-undangan dan Pedoman pelaksanaan pemilu dan penyiaran di Indonesia yang juga terdapat tiga Upaya KPI menangkal hoax pada pemilu 2024, yakni pengawasan isi siaran, literasi pemilu sehat dalam penyiaran serta koordinasi dengan gugus tugas.

Berbeda dengan beberapat narasumber lain, Erik Ardiyanto Dosen Komunikasi Politik Universitas Paramadina menjabarkan lebih mendalam tentang strategi Komunikasi Politik menangkal disinformasi dan ujaran kebencian. Menurutnya berbicara terkait demokrasi dan kepemiluan harus bisa menciptkan meritokrasi di mana setiap anak bangsa dari mana asalnya dan latar-latar belakangnya berhak memilih dan dipilih dalam kontestasi tanpa adanya privilese atau Hak Istimewa. Dengan mengikuti peraturan yang berlaku bukan sebaliknya menerabas peraturan yang berlaku untuk berkuasa.

Disisi lain, kebebasan berbicara, berpendapat dan berserikat juga diatur didalamnya memungkinkan anak bangsa bisa mengekpresikan dirinya tanpa adanya intervensi. Karena strategi komunikasi politik hidup dalam alam demokrasi yang sejatinya harus bisa menjadi alat penerang agar kebijakan – kebijakan pemerintah dapat dipahami di masyarakat. Tetapi disaat bersamaan dia bisa menjadi kritik ketika ada penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah karena dia juga berfungsi sebagai alat pembebasan.

Pada dasarnya disinformasi dan ujaran kebencian nyaris tak terhindarkan, terutama di musim pemilu seperti sekarang ini. Adalah tugas masyarakat sebagai pelaku, pengawas dan regulator politik serta media untuk bahu-membahu membentuk iklim komunikasi yang baik agar tercipta pemilu dan peradaban yang arif dan bijaksana. Sebab, pada dasarnya media, pelaku politik dan masyarakat nyaris tidak dapat dipisahkan. Masing-masing dari elemen tersebut akan saling mempengaruhi satu sama lain dan pengaruh yang paling baik adalah literasi, meliterasi dan terliterasi.

Endot Brilliantono

Usai diskusi jelang Pemilu 2024, para nara sumber serta pakar bersama personel lembaga pengawas foto bersama. Foto: UP.

Artikel ini sudah terbit di govnews-idn.com

banner 300x250

Related posts

banner 468x60

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *