Zulkifli Kritik Munas TI Diarahkan Calon Tunggal dan Buka Sejarah Buruk Taekwondo Indonesia 

banner 468x60

JAKARTA, jurnal-ina.com – Semula mantan Ketua Harian Pengurus Besar Taekwondo Indonesia (PB TI) Zulkifli Tanjung enggan diajak berbicara soal taekwondo Indonesia. Alasan Zulkifli Tanjung ingin fokus dengan bisnisnya.

Seperti diketahui mantan atlet nasional Zulkifli bersama peraih perak Olimpiade 1992 Barcelona Dirc Richard yang akrab dipanggil DR mendampingi Marciano Norman selama dua periode kepengurusan PB TI (2011-2015 dan 2015-2019). Di era itu prestasi taekwondo Indonesia mengalami kemajuan dan membanggakan.

“Sebagai catatan, di era kepemimpinan pak Marciano prestasi taekwondo cukup bagus dengan gaya kepemimpinan beliau yang sangat humanis, tegas dan fokus terhadap pembinaan dan prestasi. Di masa beliau memimpin PBTI, taekwondo merupakan salah satu cabang yang selalu menjadi andalan sebagai penyumbang medali emas pada kegiatan multi event dan juga selalu memenuhi target pencapaian prestasi bagi Kontingen Indonesia. Pada SEA Games 2015 dan 2017 serta Asian Games 2018. Bisa di cek, hampir 40% dengan sistem kuota atlet dari jumlah medali emas (Kyorugi) yang diperebutkan di SEA Games Singapore 2015 dan SEA Games Malaysia 2017 selalu dapat diraih tim taekwondo Indonesia, bahkan kita juga sukses mencetak prestasi Delfia Rosmaniar yang tercatat sebagai penyumbang medali emas pertama bagi Kontingen Merah Putih di Asian Games 2018 Jakarta,” kata Zulkifli Tanjung.

Disinggung rencana Musyawarah Nasional (Munas) TI yang akan digelar di Jakarta 4 September 2023 nanti, mantan Wakil Ketua Umum PB TI di era kepemimpinan Thamrin Marzuki periode 2019-2023 yang mundur ini, mulai angkat bicara. Bahkan, Zulkifli mengkritik ada upaya pelaksanaan Munas TI untuk mengarahkan kepada calon tunggal (Petahana).

“Saya sudah mendengar adanya pemberitahuan PB TI tentang Pembentukan Tim Penjaringan dan Penyaringan bakal calon Ketua Umum PB TI  periode 2023-2027 di Munas TI nanti. Begitu juga dengan persyaratan menjadi bakal calon Ketua Umum PB TI yang harus mendapat surat dukungan tertulis minimal 30% surat dukungan suara sah dari 34 Pengurus Provinsi,” katanya.

“Saya menganggap persyaratan ini hal yang wajar dalam setiap pelaksanaan Munas. Tetapi, saya sangat menyayangkan adanya manuver yang dilakukan untuk mengganjal surat dukungan terhadap bakal calon lain,” ungkapnya.

“Menurut pendapat saya sesuatu yang dipaksakan itu pasti tidak akan baik hasilnya. Harusnya diberikan juga kesempatan bakal calon lain untuk bertarung di Munas nanti dan tak perlu dihalangi. Biarlah pemilik suara (pengprov TI) yang menentukan pilihan dengan melihat visi dan misi serta rekam jejak dan reputasi bakal calon ketua umum PB TI,” tambahnya.

Zulkifli Tanjung mengungkapkan adanya kejanggalan terkait pembentukan Tim Penjaring dan Penyaringan yang semua personelnya hanya diisi pengurus PB TI. Bahkan personel Tim Penjaringan ini sangat aktif ikut meminta surat dukungan ke pengprov-pengprov untuk mendukung salah satu calon (petahana). “Kejadian ini pertama kali sejak PB TI berdiri dan sangat tidak terpuji. Seharusnya Munas dilaksanakan dengan fair dan sportif serta dijadikan momentum untuk mencari kandidat calon Ketua Umum PBTI yang terbaik untuk kemajuan prestasi taekwondo Indonesia,” imbuhnya.

Gagal Total

Prestasi taekwondo di era PB TI pimpinan  Thamrin Marzuki, jelas Zulkifli, gagal total jika dibandingkan diera kepemimpinan pak Marciano Norman. Pada SEA Games 2019 di Philipina tim taekwondo tidak ada perolehan medali emas. SEA Games 2021 Vietnam, taekwondo hanya menyumbangkan 1 medali emas lewat Muhammad Bassam. Hasil yang sama juga diraih pada SEA Games 2023 Kamboja melalui Megawati Tamesti Maheswari.

Yang perlu menjadi catatan penting, kata Zulkifli Tanjung, adanya sejarah buruk di mana atlet taekwondo Indonesia tidak bisa tampil di babak kualifikasi Olimpiade 2021 Tokyo karena permasalahan administrasi. Ketiga atlet yakni Mariska Halinda (kelas 49 kg), Muhammad Basam Raihan (58 kg) dan Adam Yazid Ferdiansyah (68 kg) tidak bisa bertanding meskipun sudah tiba di Amman, Yordania, tempat digelarnya Kualifikasi Olimpiade Tokyo

“Ini adalah kesalahan paling fatal yang tidak bisa dimaafkan karena tampil di babak kualifikasi Olympic adalah mimpi semua atlet taekwondo. Tetapi, mimpi mereka terhapus bukan karena dikalahkan lawan dalam pertandingan tetapi terganjal masalah administrasi,” tutur Zulkifli Tanjung

Ternyata kejadian atlet tidak bisa bertanding (diskualifikasi) itu bukan yang pertama. Sebelumnya, ada 1 atlet putra junior terkena diskualifikasi karena kelebihan berat badan saat tampil di Kejuaraan Taekwondo Asia 2019 di Jordan.

“Sejak saya menjadi atlet hingga aktif menjadi pengurus PBTI tidak pernah ada atlet terkena diskualifikasi terkait kelebihan berat badan atau permasalahan administrasi. Dan itu pasti sanksinya berat terhadap official team maupun pengurus bila hal ini terjadi, sebab pengawasan kontrol berat badan dan persoalan pendaftaran administrasi itu selalu dilakukan pada fase persiapan sebelum keberangkatan atlet ke berbagai event internasional,” jelasnya lagi.

“Semua ini harusnya menjadi catatan penting bagi Ketua Pengprov TI se-Indonesia karena nasib taekwondo berada di tangan mereka yang menjadi pemilik suara. Begitu juga dengan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo sebagai penanggung jawab tertinggi olahraga Indonesia harus menjadikan catatan penting apalagi persiapan taekwondo menuju babak kualifikasi Olimpiade 2021 Tokyo lalu itu menggunakan anggaran negara,”tutupnya.

Anto

Zulkifli mengkritik ada upaya pelaksanaan Munas TI untuk mengarahkan kepada calon tunggal (Petahana). Foto: Anto.

banner 300x250

Related posts

banner 468x60

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *