Puluhan Triliun Pajak Rakyat Dinikmati Bankir Asing

banner 468x60

JAKARTA, jurnal-ina.com – Pemerintah sejak 2007 terapkan kebijakan kredit program yang bernama Kredit Usaha Rakyat (KUR). Namun ternyata sejak pemerintahan Jokowi, bukan rakyat kecil yang menikmati melainkan para bankir, pemegang kartu kredit dan termasuk para investor asing di bank tersebut.

Kebijakan KUR dimulai sejak 2007, tujuan intinya ditetapkan oleh pemerintah untuk meningkatkan akses kredit kepada masyarakat kecil terutama yang “feasible” namun tidak “bankable” seperti pedagang kaki lima, industri rumahan, dall. Namun saat ini, ketentuan ini telah dilanggar semua.

Mereka yang seharusnya sudah mampu akses kredit pinjaman komersialpun dapat menerima pinjaman bersubsidi. Plafonnya menurut ketentuan Permenko Perekonomian terbaru hingga Rp500 juta dan bahkan pemegang kartu kreditpun boleh menerimanya.

Kebijakan KUR di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terapkan sistem subsidi Imbal Jasa Penjaminan (IJP). Dalam hal ini pemerintah hanya memberikan prosentase tertentu dalam bentuk penjaminan kepada bank penyalur jika terjadi kemacetan pinjaman atau Non Performance Loan (NPL) dari nasabah KUR.

Prosentase kredit macet yang disubsidi dari total penyaluran KUR sebesar 3.25%. Realisasi kebijakan KUR selama 7 tahun (2007 – 2014) sebesar Rp178 triliun dengan alokasi subsidi dari APBN sebesar Rp5,02 triliun.

Di era Presiden Jokowi, sistem kebijakan KUR dirombak. Program KUR di Era Jokowi ini dijadikan sebagai salah satu program primadona pemerintah.  Sejak 2015 hingga saat ini, bank penyalur tak hanya mendapatkan subsidi IJP, namun juga mendapat subsidi bunga yang besaranya terus bertambah secara ugal ugalan.

Pada 7 tahun Era Presiden Joko Widodo ( Jokowi) hingga tahun 2022, angkanya sebesar 1.330 trilyun. Meningkat 7,5 kali lipat dari jumlah tahun yang sama di Era SBY. Angka yang cukup fantastis.

Pada tahun awal pemerintah Jokowi tahun 2015, subsidi bunga KUR yang diberikan kepada bankir hanya sebesar 3% untuk angka realisasi penyaluran kredit sebesar Rp22,75 triliun.  Pada tahun 2023, besaran subsidinya sudah naik hingga menjadi sebesar 10 hingga 16%.

Subsidi untuk bank tersebut dapat dilihat dari rencana target kredit program Kredit Usaha Rakyat. Subsidi akan diterima bank dan lembaga keuangan lainya yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai penyalur KUR.

Menerima Subsidi

Pada tahun 2023 ini, pemerintah mentargetkan penyaluran KUR sebesar Rp460 triliun. Sedangkan subsidi bunga yang diberikan ke bank sebesar 10 hingga 16%. (Kemenko Perekonomian, 2023). Artinya, pada tahun fiskal 2023 ini bank dianggarkan menerima subsidi dari uang negara sebesar dengan target kuota penyaluran KUR sebesar Rp460 triliun dan anggaran subsidi sebesar 45,2 (Nota Keuangan Kolom Subsidi Non Energi, 2023).

Pemerintah juga menetapkan batas penyaluran bunga kredit pada tahun 2023 adalah sebesar 3%. Ini artinya bank masih akan menerima pendapatan bunga sebesar 3% yang dibayar oleh nasabah. Jika biaya modal (cost of fund) rata-rata bank penyalur adalah 3% maka bank menikmati keutungan penuh antara 10 – 16% secara penuh.

Dikarenakan subsidi yang sangat besar, bank dalam tiga tahun terakhir terus mencapai target penyaluran. Bahkan anehnya di tahun 2022 bahkan pemerintah memberikan subsidi hingga di atas target kuota Kebijakan KUR.

Dalam penyaluranya, Bank BRI  adalah yang terbesar. Jika dibuat rata-rata dalam 3 tahun terakhir adalah sebesar 68%. Artinya untuk BRI sendiri tahun 2023 akan menikmati keuntungan bersih dari subsidi negara sebesar Rp30,7 triliun sendiri.

Padahal Bank BRI ini adalah perusahaan publik yang saham publiknya di pasar modal sudah dimiliki asing di atas 74% (Laporan Keuangan BRI, 2022). Belum lagi bank dan lembaga penyalur lainya seperti Mandiri, BNI, BSI, Sinar Mas, dll  yang sahamnya juga sebagian  sudah dimiliki asing.

Di tengah narasi glorifikasi terhadap sukses program KUR yang selalu diekspos pemerintah membantu rakyat kecil, dari skema kebijakan yang diterapkan sebetulnya justru lebih banyak menguntungkan bank sebagai makelar program ketimbang masyarakat kecil yang seharusnya jadi target sasaran program. Termasuk untungkan para investor asing yang sudah kuasai bank-bank tesebut.

Alokasi fiskal yang besar, yang bersumber dari pajak yang dibayar rakyat untuk tujuan berikan keuntungan bagi bankir bank komersial yang sudah “go public” dan sebagian sahamnya dimiliki asing adalah bentuk perampasan uang negara secara terang-terangan dan nir-moral. Apalagi bank BUMN itu semestinya memberikan keuntungan bagi negara dan masyarakat.

Dilihat dari kebijakan plafon pinjaman KUR yang hingga Rp500 juta juga sudah menyalahi dari misi awal target sasaran kelompok penerima KUR, adalah rakyat kecil dan usaha mikro yang tidak bankable.

Plafon Rp500 juta adalah kelompok orang yang sudah masuk kategori tidak layak menerima subsidi negara. Mereka seharusnya sudah mampu mengakses kredit komersial bank dan tidak boleh menerima subsidi yang sumber uangnya dari pajak yang dibayar rakyat.

Jakarta, 29 Juli 2023

Suroto
Ketua AKSES

Suroto

Artikel ini sudah terbit di govnews-idn.com

banner 300x250

Related posts

banner 468x60

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *