Bentuk Korupsi Mutakhir Ada di RUU Perkoperasian

banner 468x60

JAKARTA, jurnal-ina.com – Sejak UU No. 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian dinyatakan Inkonstitusional atau melanggar UUD 1945 atau dibatalkan sepenuhnya oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2014 atas Uji Materi yang dilakukan masyarakat, saat ini pemerintah sedang menyusun Rancangan Undang Undang ( RUU) baru.

Sebagai satu pelaksanaan Amar Putusan MK maka RUU ini tersebut bersifat Komulatif Terbuka yang artinya akan menjadi prioritas utama dan dapat dibahas sewaktu waktu. Sejak Amar Putusan MK, salah satunya menyebut agar Pemerintah dan DPR RI menerbitkan UU yang baru, hingga saat ini belum juga terbentuk.

Pemerintah sepertinya tidak menganggap serius soal UU Perkoperasian ini dan ini terbukti hingga saat ini pemerintah sebagai pengambil inisiatif belum mengeluarkan Surat Amanah Presiden untuk dilakukan pembahasan di tingkat Parlemen. Ini juga terlihat belum dijadwalkanya pembahasan dalam program legislasi nasional (Prolegnas).

Ketidakseriusan pemerintah ini juga terlihat dengan tidak memasukkannya koperasi dalam pemberian rekognisi penting untuk koperasi dengan memanfaatkan terutama UU Omnibus Law. Sebut misalnya di UU Ominus Law Cipta Kerja, UU Omnibus Law PPSK, UU Omnibus Law Harmonisasi Perpajakan yang belum lama ini diketok.

Kalau pemerintah serius, mekanisme pembahasan Omnibus Law yang tidak rumit dalam mekanisme regulasinya seharusnya dimanfaatkan. Sebut misalnya soal Lembaga Penjamin Simpanan Untuk Koperasi, Pemberian Talangan (bailout) sebagai last resources jika krisis ekonomi terjadi seperti yang diberikan kepada bank dan asuransi komersial ‘kapitalis’.

Pembahasan isu dengan janji memasukkan di pembahasan RUU Perkoperasian secara khusus diduga hanya alibi dari pejabat Kemenkop dan UKM yang sudah menyimpan agenda lain di luar kepentingan koperasi.

Sementara itu, banyak sekali masalah yang akhir-akhir ini dihadapi oleh koperasi seperti kasus koperasi simpan pinjam gagal bayar yang merugikan banyak masyarakat. Semakin rusaknya citra koperasi karena perilaku koperasi papan nama alias koperasi abal-abal, rentenir berbaju koperasi dan lain-lain. Selain secara keseluruhan memang regulasi yang berlaku sementara saat ini, yaitu UU No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian yang memang sudah tidak memadai lagi untuk menjamin tumbuh dan berkembangnya koperasi yang baik.

Sementara itu, membaca draft RUU yang disusun pemerintah, juga masih menunjukkan kualitas yang buruk. RUU Perkoperasian yang ada disusun tanpa dasar pengetahuan teori perundangan koperasi yang baik.

Koperasi sebagai entitas organisasi yang mengatur dirinya sendiri (self-regulated organization) tidak dijadikan sebagai landasan teori penyusunan RUU-nya. Sehingga ini terlihat dari draft RUU yang masih menganut paham paradigma lama. Seperti misalnya terlalu banyaknya pasal yang seharusnya tidak perlu diatur, justru diatur-atur oleh pemerintah. Namun yang seharusnya diatur justru tidak dilakukan.

Pasal tentang pembinaan koperasi oleh pemerintah masih banyak sekali. Bahkan mengatur hingga hal-hal teknis dan di RUU yang ada. Ini menandakan jika penyusunan draft sangat lemah memahami konsepsi dasar filosofi koperasi.

Sangat Keterlaluan

Bahkan dalam RUU ini terlihat sudah sangat keterlaluan karena harus menyebutkan perangkat-perangkat organisasi yang disebut sebagai bagian dari ekosistem koperasi. Ini adalah bentuk intervensi serius dan kalau dalam paradigma korupsi, ini merupakan bentuk korupsi mutakhir. Yaitu membangun kongkalikong kepentingan elit untuk memanfaatkan Undang-Undang untuk dijadikan sebagai rompi pengaman permainan proyek.

Penyusunan UU Perkoperasian yang baik harus lebih simplistis, harusnya dibuat sangat sederhana dan tidak multiinterpretasi. UU Perkoperasian yang baik hanya cukup mengatur tiga pasal penting: membuat rekognisi tegas soal prinsip koperasi dan praktek terbaik (best practice) koperasi di lapangan, memberikan distingsi atau pembedaan dengan lembaga korporasi kapitalis seperti soal pajak misalnya, serta proteksi bagi penyimpanan koperasi atau untuk menjaga kemurnian koperasi dengan membentuk aturan perundangan menjadi imperatif.

Rekognisi yang dilakukan hanya di tingkat pasal langit, seperti definisi, nilai dan prinsip yang berlaku Internasional. Tapi melihat pasal-pasal di batang tubuhnya justru banyak yang hilangkan makna nilai dan prinsip tersebut. Ini biasa dilakukan dalam memanipulasi produk UU yang syarat kepentingan elit.

Penyusunan RUU Pekoperasian dalam hal rekognisi berasal dari asumsi orang-orang yang tidak pernah berpraktek koperasi yang baik. Contoh paling nyata, mereka tidak pernah menanyakan dan mempelajari secara serius misalnya praktek koperasi kredit (Credit Union) yang di Indonesia dapat dikatakan sebagai best practice yang di tanah air sudah ada dan berkembang sebagai konsep yang juga menjadi praktek terbaik di dunia. Bahkan mereka telah buktikan berkembang sebagai Bank of The Year di negara lain. Sebut saja misalnya Desjardin Credit Union di Canada, Bank Populaire di Prancis.

Hal yang urgen dan menjadi kebutuhan lainnya seperti misalnya pemberian distingsi seperti pembebasan pajak (tax free) bagi koperasi yang banyak ditetapkan di negara lain tidak diberikan distingsinya di UU. Sebut misalnya di Singapura, di Pilipina, bahkan di Amerika Serikat.

Koperasi di banyak negara lain berlakukan distingsi pajak untuk koperasi ini dengan landasan filosofi bahwa mereka itu mendapatnya sebagai hak moral karena koperasi itu secara inheren telah jalankan prinsip pajak itu sendiri, yaitu untuk keadilan. Di mana koperasi itu secara sistem jalankan prinsip distribusi pendapatan dan kekayaan sekaligus.

RUU Perkoperasian yang disusun pemerintah masih sangat buruk, masih langgengkan paradigma lama bahwa koperasi itu sebagai lembaga yang harus dibina yang sesungguhnya justru berpotensi membinasakan koperasi itu sendiri.

Di dalam teori penyusunan perundangan koperasi, suatu negara itu lebih baik tidak ada undang-undang perkoperasianya jika kualitas undang-undangnya itu buruk. Ini terbukti banyak koperasi berkembang dengan pesat di banyak negara Skandinavia.

Jakarta, 2 Agustus 2023

Suroto
Ketua AKSES

Suroto

Artikel ini sudah terbit di govnews-idn.com

banner 300x250

Related posts

banner 468x60

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *