JAKARTA, jurnal-ina.com – Sejatinya olahraga yang menjunjung tinggi nilai-nilai sportifitas, fair play dan kejujuran memiliki pula nilai-nilai demokrasi serta etika dalam berorganisasi. Namun belakangan ini sudah tidak ada lagi demokrasi dalam olahraga Indonesia dan itu sudah terjadi mulai level bawah hingga atas.
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PP PTMSI) Komjen Pol (Purn) Oegroseno dalam siaran pers resmi yang dikirim ke sejumlah media di Jakarta, Selasa, (27/6/2023) petang tadi.
Mantan Wakapolri itu sengaja mengangkat isu ini karena terkait kuat dengan sikap tim penjaringan dan penyaringan bakal calon Ketua Umum KOI periode 2023-2027 yang sepertinya sudah dikondisikan Lebih awal menjegal salah satu bakal calon yakni Oegroseno.
Oegroseno yang berduet dengan mantan Deputi 4 Kemenpora Prof Dr Djoko Pekik Irianto sebagai calon Ketua Umum KOI/Wakil Ketua Umum KOI itu terganjal pencalonannya hanya karena tidak memenuhi persyaratan administrasi surat dukungan dari para cabang olahraga (cabor) berjumlah 30 itu.
Oleh karenanya, kata Oegroseno, persyaratan harus didukung oleh 30 cabor, ke depan harus ditiadakan. “Saya kira persyaratan itu tidak bagus dalam perkembangan demokrasi di Indonesia dan olahraga Indonesia harus ditumbuhkan budaya demokrasi yang santun, beretika dan bermartabat”.
Oegroseno yang juga Wakil Presiden Federasi Tenis Meja Asia Tenggara (SEATTA) itu menegaskan bahwa usulan penghapusan persyaratan administrasi surat dukungan 30 bukan karena dirinya dijegal maju sebagai bakal calon, tapi semata-mata ingin menegakkan demokrasi yang sehat di olahraga Indonesia.
“Sejujurnya saya juga tau diri nggak bisa menang dari Raja Sapta Oktohari (RSO) di Kongres KOI 30 Juni nanti. Sebagai petahana, Beliau jelas lebih banyak diuntungkan oleh situasi termasuk dukungan fasilitas. Namun Saya tetap nekad maju karena ingin menciptakan demokrasi yang sehat di olahraga Indonesia,”tambahnya.
Oegroseno kemudian menyentil petahana RSO yang seolah olah ada kekhawatiran posisinya terancam bila ada pesaing serius di Kongres KOI nanti.
“Kalau merasa mayoritas anggota sudah memberikan dukungan, kenapa harus takut ada calon lain yang kebetulan saya sendiri maju untuk meramaikan demokrasi,”tandas mantan Kapolda Sumut itu.
Harus Jauh Dari Kepentingan Politik
Masih dalam siaran pers resmi itu, Oegroseno juga tidak menampik bahwa pemasungan demokrasi dalam olahraga Indonesia dikarenakan adanya kepentingan politik yang ikut bermain. Aroma politik dalam olahraga Indonesia menurut Oegroseno, salah satu penyebab semakin mundurnya prestasi olahraga nasional di level dunia.
Oleh sebab itu, sudah saatnya olahraga Indonesia dijauhkan dari kepentingan politik. Mulai dari Kemenpora, KONI Pusat, KOI hingga induk organisasi cabor fokus pada upaya peningkatan prestasi sesuai fungsi dan tanggung jawab masing-masing.
Dengan dijegalnya Oegroseno maka dipastikan hanya ada satu calon Ketua Umum/Wakil Ketua Umum KOI periode 2023-2027 pada Kongres KOI 30 Juni di Fairmont Hotel Jakarta, yakni Raja Sapta Oktohari/Ismail Ning. Sesuatu yang wajar meski terkesan pamer kekuasaan.
Untuk mempertahankan status quo di KOI, RSO mempercayakan Pangkostrad Letjen TNI Maruli Simanjuntak sebagai Ketua Tim Pemenangan.
Anto
Oegroseno saat menyerahkan persyaratan pendaftaran calon Ketua KOI. Foto: Humas.