KLATEN, jurnal-ina.com – Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengatakan UMKM masih banyak yang terkendala soal agunan saat mengakses pembiayaan ke perbankan sehingga dia meminta perbankan, terutama bagi Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) mempermudah para pelaku UMKM mengakses pembiayaan.
Menurut MenKopUKM, salah satu upaya agar UMKM naik kelas adalah dengan kemudahan akses ke pembiayaan untuk memperkuat modal kerja.
“Himbara harus proaktif memberikan bantuan pembiayaan. Tapi jangan lagi dengan pendekatan agunan. Cara ini sudah tidak lagi dipakai di luar negeri. Mereka sudah menggunakan skema credit scoring untuk menilai UMKM layak atau tidak untuk mendapatkan pembiayaan. UMKM itu tidak punya aset, tapi pinjam uang ke bank harus punya agunan,” kata MenKopUKM pada Sinergi dan Kolaborasi Program Percepatan Penanganan Kemiskinan Ekstrem Bidang Koperasi dan UMKM di Klaten, Jawa Tengah, Selasa (20/6/2023).
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan sudah menargetkan porsi kredit perbankan ke UMKM harus mencapai 30% di tahun 2024. Menurut Menteri, kalau UMKM masih sulit mengakses pembiayaan perbankan dengan skema agunan, target tersebut bisa saja sulit dipenuhi.
“Pada 2024 kredit perbankan dipatok 30%. Ini sulit tercapai karena harus ada perubahan besar. Saya sampaikan ini terus-menerus supaya ada perubahan, karena kalau seperti ini terus hanya sedikit (UMKM) yang naik kelas. Naik kelas itu butuh modal kerja untuk mengembangkan usahanya, kalau hanya mengandalkan modal sendiri itu sulit,” beber MenKopUKM.
“Secara Mandiri”
Hal itu juga katanya, menjadi alasan bagi pemerintah untuk terus menambah plafon Kredit Usaha Rakyat (KUR), agar semakin banyak usaha mikro terbantu untuk menambah modal usahanya. “Mau bagaimanapun tak sedikit UMKM yang selama ini menggunakan uang secara mandiri karena sulit pinjam ke bank,” tegasnya.
Mengatasi persoalan ini juga, Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) terus berupaya agar UMKM mendapatkan kemudahan mengakses pembiayaan. Salah satunya dengan melakukan konsolidasi para petani-petani kecil dengan lahan yang sempit.
“Kami melakukan piloting untuk petani sawit yang diintegrasikan pada koperasi dan terhubung sebagai offtaker. Di mana offtaker ini yang menghubungkan para petani ke sektor pembiayaan seperti perbankan. Termasuk yang ada di Ciwidey, perbankan sudah masuk untuk memberikan pembiayaan melalui koperasi sebagai offtaker. Karena bagaimanapun bank pasti akan mau masuk kalau potensi rasio kredit macet atau Non Performing Loan (NPL)-nya kecil,” ucap Teten Masduki.
Ditegaskan, dengan kemudahan akses pembiayaan dari perbankan ke UMKM, semakin mendukung UMKM maju dan berkembang. Sekaligus menciptakan semakin banyaknya lapangan kerja dan menuntaskan kemiskinan di daerah.
“Struktur ekonomi sebesar 96% dikuasai oleh sektor mikro. Sementara ekonomi menengah hanya sedikit karena usaha mikro yang naik kelas juga sedikit. Ini tidak ideal. Sebab sebanyak 70% lapangan pekerjaan disediakan oleh sektor usaha mikro sementara kredit yang disediakan oleh bank baru sekitar 21%,” papar dia.
Mulia Ginting – Erwin Tambunan
“Sebab sebanyak 70% lapangan pekerjaan disediakan oleh sektor usaha mikro sementara kredit yang disediakan oleh bank baru sekitar 21%,” papar dia. Foto: KemenKopUKM.