Evaluasi Bagian I: SEA Games Sudah Bergeser Jauh, Perlu Duduk Bersama Agar Tetap Bermanfaat

banner 468x60

M. Nigara
Wartawan Olahraga Senior

JAKARTA, jurnal-ina.com – SEPERTI sudah saya duga, kericuhan atas kesewenangan Kamboja selaku tuan rumah Sea Games ke-32, akhirnya benar-benar terjadi. Bukan hanya dalam menentukan cabang olahraga, kesewenangan Kamboja terlihat jelas dibanyak hal. Semua itu, memperlihatkan ambisi berlebihan. Dan semua, jelas sangat jauh dari nilai olahraga yang senantiasa mengedepankan sportivitas.

Read More
banner 300x250

Banyak negara yang mempertanyakan penghapusan cabang olagraga-cabang olahraga (cabor-cabor) seperti yang dimainkan di SEAG-SEAG sebelumnya. Bahkan ada cabor-cabor yang aneh, malah namanya saja mungkin belum pernah kita dengar. Indonesia sendiri sesungguhnya telah dirugikan dengan penghapusan itu, bahkan sedikitnya 39 medali emas yang bisa kita raih, lenyap begitu saja.

Apa yang dilakukan Kamboja, sebetulnya juga pernah dilakukan tuan rumah-tuan rumah sebelumnya. Hanya saja, Kamboja sangat keterlaluan. Tujuannya pasti untuk mengincar gelar juara umum, SEA Games ke-32, 2023.

Tengoklah berapa medali emas yang diperoleh para tuan rumah. Lihatlah medali emas diraih tuan rumah Thailand, SEAG 2015 (95 emas, 83 perak, 69 perunggu). Lalu 2017 giliran Malaysia tuan rumah, perolehan medalinya (145- 92- 86). Kemudian Filiphina 2019, juga saat menjadi tuan rumah mampu mengoleksi (149- 117- 121). Terakhir 2022 Vietnam (205- 125- 116).

Kamboja sendiri 2015 (1- 4- 9), 2017 (3- 7- 12), 2019 (4- 6- 36), terakhir 2022 (9- 13- 41) meski trend perolehan medalinya meningkat, tapi tetap di posisi 8. Coba bandingkan dengan yang sekarang (81-74- 126).

Indonesia sendiri, 1979 (92- 78- 52), 1987 (183- 136- 84), 1997 (194- 101- 115) dan 2011 (182- 151- 143). Di SEAG 1981 dan 1989, perolehan kita masih oke. Tapi, tengok di SEAG lanjutan 1999 dari 194 emas menjadi hanya (45- 43- 59), lalu 2013 dari 183 emas turun lebih dari 50 persen menjadi hanya (65- 84- 111) anjolknya tak tanggung-tanggung.

Maka, tidak heran sejak hari pertama Kamboja terus memimpin klasemen perolehan medali. Baru di hari ke-4, disalip oleh Thailand dan Vietnam, serta dua hari jelang penutupan, atlet-atlet kita yang sudah dicurangi akhirnya juga mampu menggeser tuan rumah dari posisi ketiga di klasemen perolehan medali.

Tak heran, jika Kamboja yang selama ini bukan merupakan kekuatan di Asean, tiba-tiba seperti negeri adidaya. Kalaupun tidak berhasil menjadi juara umum, setidaknya Kamboja akan masuk dalam 3 atau 4 besar. Dan yang paling tidak beruntung, Kamboja ingin dicatat negaranya tidak lagi menjadi ‘anak bawang’. Tapi, caranya itu lho, sangat keterlaluan.

Bukan Pertama

Apa yang dilakukan Kamboja, sesungguhnya bukan hal aneh dan hal baru. Negara-negara Asean yang pernah menjadi tuan rumah SEAG selama ini, juga telah melakukan hal yang sama. Pedihnya, kitalah yang dituding memulai hal tersebut. Kok, bisa?

SEA Games Kamboja 2023.

Saya jadi terkenang dengan kisah SEAG di Kuala Lumpur, 2017. “Gawat, kita nginap dan bertanding di mana, diantar kemana!” itu keluhan Dian Arifin, mantan pesenam nasional yang saat itu membawa tim senam kita di SEAG Malaysia.

Itu bukan satu-satunya kisah. Saat akan ke acara pembukaan begitu pula. Tiba-tiba bis kontingen Indonesia ‘hilang’. Ada juga bis kontingen yang mogok.

Ketika saya tanyakan kepada panpel, catatan: Saya saat itu anggota bidang media CDM, mereka tertawa. “Kami belajar dari gurunya,” kata mereka. Maka cerita-cerita miring dan tak sedap tentang kita saat menjadi tuan rumah, pun bertebaran. Miris dan pilu.

Mereka menuding Indonesialah yang pertama kali tidak komit. Kita dituding yang justru menjadikan SEAG sebagai tujuan utama. Bukti konkritnya, sejak 1977, SEAG pertama di Kuala Lumpur hingga 1983 SEAG ke-4, Singapura, kita terus-menerus menjadi juara umum.

Tidak hanya itu, saat menjadi tuan rumah, ada beberapa cabor yang mutlak dikuasai dan disapu bersih medali emasnya. Sebanyak 21 medali emas, semua bersih. Malah, ada atlet yang terus-menerus diturunkan untuk merebut emas. Ada beberapa atlet yang dimainkan sejak 1977 hingga 1983, 1985 dan 1987. Begitulah faktanya. Sedih dan ironi.

Tak heran, sejak itu, Indonesia dijadikan sebagai ‘musuh bersama’. Perlawanan terjadi di tahun 1985, saat Thailand menjadi tuan rumah. Thailand patut diduga bersama Malaysia, Singapura dan Filiphina, Vietnam belum muncul sebagai kekuatan karena masih repot setelah berakhirnya perang, ‘membuat komitmen untuk melawan Indonesia’.

Sebagai tuan rumah, Thailand mampu merebut gelar juara umum. Sebenarnya tidak aneh, karena Thailand sendiri penguasa Seap Games (Pesta Olahraga Semenanjung Asia) pesta olahraga sebelum SEAG Games. Seap Games sendiri tidak memiliki komitmen sebagaimana SEA Games.

Catatan, pembentukan Seap games terjadi tahun1958, saat Asian Games di Tokyo. Enam negara yang bersepakat: Burma (sekarang Myanmar ), Kamboja, Laos, Malaya (sekarang Malaysia ), Thailand dan Republik Vietnam (Vietnam Selatan).

Adalah Luang Sukhum Nayapradit, wakil presiden Komite Olimpiade Thailand saat itu menggagasnya. Alasan yang diusulkan adalah bahwa acara olahraga regional akan membantu mempromosikan kerjasama, pemahaman dan hubungan antar negara di kawasan Asia Tenggara. (sumber Google-wikipedia).

Tapi tahun 1977, Seap Games berubah menjadi SEA Games. Semua negara Asean dilibatkan. Jika Seap Games hanya 6 negara, Sea Games saat itu 10 negara, dan kemudian menjadi 11 karena Timor Timur memilih merdeka dari Indonesia dan menjadi Timor Leste, negara sendiri.

M. Nigara

banner 300x250

Related posts

banner 468x60

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *