JAKARTA, jurnal-ina.com – Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian yang ditargetkan rampung tahun ini, telah sampai pada tahap harmonisasi. Salah satu kegiatan yang dilakukan, pembahasan pasal per pasal isi RUU Perkoperasian melibatkan stakeholder terkait.
Sebelumnya Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mendapat arahan dari Presiden Joko Widodo, agar RUU Perkoperasian segera diselesaikan sehingga permasalahan yang menimpa Koperasi Simpan Pinjam (KSP) beberapa waktu terakhir ini, tidak terjadi lagi di masa yang akan datang.
“Arahan Presiden terkait perlunya membangun ekosistem kelembagaan koperasi yang lebih kuat, yang kemudian di dalam RUU ini kita rumuskan adanya Otoritas Pengawas Koperasi (OPK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) koperasi, APEX koperasi, komite penyehataan koperasi, hingga dalam rangka pelindungan ini juga kita terapkan sanksi pidana yang perumusannya sesuai KUHP yang berlaku sekarang,” kata Deputi Ahmad Zabadi saat mengikuti Rapat Pleno Harmonisasi RUU Perkoperasian secara virtual melalui video conference, Jumat (28/4/2023).
Zabadi menambahkan, dengan adanya RUU Perkoperasian maka dapat diciptakan ekosistem kelembagaan koperasi yang lebih baik. Dia meyakini dengan model kelambagaan yang baru niscaya koperasi lebih berkembang ke depan serta siap menghadapi berbagai tantangan, peluang dan perubahan di masa yang akan datang.
“Arah pengaturan RUU Perkoperasian ini ingin memberikan playing field setara dengan pelaku usaha lain. Lebih dari itu koperasi juga diberi kesempatan berusaha di seluruh lapangan usaha dan juga diberikan pelindungan terhadap anggota, masyarakat, bahkan badan hukum koperasi sendiri,” ujar Ahmad Zabadi.
Zabadi berharap RUU Perkoperasian dapat terselesaikan tepat waktu, sehingga pada triwulan 2 tahun 2023 bisa dilakukan pembahasan dengan Komisi VI DPR RI dan dapat segera disahkan tahun ini.
Ditambahkan sejak Juli 2022, pihaknya telah melakukan kegiatan serap aspirasi hingga Forum Group Discussion dengan melibatkan tidak kurang dari 5.000 orang.
“Kita rumuskan adanya Otoritas Pengawas Koperasi (OPK)”.
“Sesuai dengan jadwal yang telah kami tentukan, kita sudah melakukan pembahasan antar kementerian (PAK) tidak kurang dari 10 kali pertemuan. Ditandai dengan penyelesaian PAK, untuk diminta penyelerasan naskah akademik oleh BPHN Kementerian Hukum dan HAM dan telah dinyatakan RUU koperasi selaras secara sistematika dan muatannya,” ucapnya.
Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Asep Nana Mulyana mengatakan, Indonesia perlu melakukan reformasi perkoperasian dengan pembaruan regulasi untuk menyesuaikan anatomi kelembagaan koperasi agar lebih adaptif dengan perkembangan zaman untuk mendukung pengembangan koperasi ke depan.
Dalam konteks ini RUU Perkoperasian diharapkan bisa melindungi anggota yang terlibat dan juga masyarakat luas dalam kehidupan sehari-hari.
“Melindungi anggota dan koperasi sebagai badan hukum perlu kita lihat bersama bagaimana citra KSP yang dalam beberapa waktu belakangan ini dikesankan seringkali merugikan masyarakat. Dan ternyata kerap disalahgunakan oleh oknum tertentu yang menggunakan baju koperasi,” urai Asep.
Ke depan diharapkan tercipta level playing field yang lebih luas bagi koperasi, bahkan koperasi tidak sekadar terbonsai. Melainkan menjadi kekuatan perekonomian suatu negara.
“Saya lihat di beberapa negara di Eropa seperti Swiss, koperasi bisa mendirikan bank besar dan ini patut kita contoh di Indonesia untuk dikembangkan dan dilakukan oleh koperasi,” harap Asep.
Mulia Ginting – Erwin Tambunan
Zabadi menambahkan, dengan adanya RUU Perkoperasian maka dapat diciptakan ekosistem kelembagaan koperasi yang lebih baik. Foto: KemenKopUKM.
Artikel ini sudah terbit di govnews-idn.com