Pemerintah Gencet Koperasi

JAKARTA, jurnal-ina.com – Gerakan koperasi di Indonesia hari ini sedang didera masalah serius. Citranya dirusak oleh menyeruaknya kasus koperasi simpan pinjam abal-abal, koperasi papan nama dan rentenir berbaju koperasi. Ditambah parah lagi kondisinya karena didiskriminasi regulasi dan digencet oleh kebijakan pemerintah.

Koperasi simpan pinjam abal-abal itu beroperasi dengan berbadan hukum koperasi, namun mereka menolak jalankan prinsip prinsip koperasi. Koperasi ini berupa rentenir berbaju koperasi dan koperasi investasi bodong dengan iming iming pengembalian keuntungan yang tinggi. Sedangkan koperasi papan nama adalah koperasi yang mati suri, setiap saat dapat dihidupkan untuk tujuan mengejar insentif program pemerintah baik hibah, dana bergulir maupun pinjaman lunak.

Read More

Koperasi palsu itu bahkan menurut perkiraan penulis jumlahnya kurang lebih 90% dari sekitar 127.000 badan hukum koperasi yang tercatat. Mereka muncul dengan memanfaatkan ketidakpahaman masyarakat tentang konsep, tata kelola dan hukum koperasi serta pengabaian pemerintah sebagai regulator. Juga sekedar memanfaatkan badan hukum untuk pengerukam keuntungan pribadi dengan mengakali hukum dan kebijakan.

Sudah dalam situasi demikian regulasi dan kebijakan pemerintah pun ternyata justru turut memperburuk situasi koperasi di tanah air. Banyak regulasi yang mendiskriminasi koperasi sehingga koperasi keluar dari lintas bisnis modern.

Contohnya adalah UU BUMN. Di UU ini koperasi tidak diperkenankan menjadi badan hukum BUMN. Semua BUMN diwajibkan berbadan hukum perseroan. Padahal koperasi adalah badan hukum privat yang juga diakui negara.

Menurut UU BUMN, semua BUMN diwajibkan berbadan hukum Perseroan yang bertujuan mengejar profit. Sehingga tak satupun BUMN kita yang menjadi badan hukum BUMN. Padahal Badan Hukum Koperasi ini justru sebetulnya yang sesuai dengan demokrasi ekonomi. Kepemilikanya yang terbuka dan setara bagi setiap orang memungkinkan untuk memberikan kemakmuran sebesar-besarnya bagi masyarakat.

Koperasi Tersingkir

Dampaknya dari diskriminasi itu akhirnya koperasi tersingkir dari lintas bisnis modern. Menjadi kerdil dan hanya mengurusi soal soal bisnis simpan pinjam atau keuangan dalam skala mikro. Kue ekonomi rakyat akhirnya terampok oleh segelintir elit politik dan elit bisnis.

Padahal di negara lain koperasi itu berkembang dari pemenuhan kebutuhan sehari hari hingga layanan publik. Sebut misalnya Amerika Serikat. Industri listriknya masif di desa-desa hampir di seluruh negara bagian dikuasai koperasi. Mereka berafiliasi dalam federasi organisasi nasional koperasi yang bernama National Rural Elextricity Cooperative Association (NRECA). Koperasi Group Health Cooperative merupakan jaringan rumah sakit terbesar di kota Washington, Amerika Serikat yang terbuka dan dimiliki oleh masyarakat kota Washington. Sementara di negara kita dimonopoli oleh negara dan atau korporasi swasta kapitalis di mana-mana.

Koperasi di Indonesia yang baru berkembang di sektor keuanganpun mereka sudah didiskriminasi dan digencet oleh kebijakan pemerintah. Sebut misalnya di UU Omnibus Law tentang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (UU PPSK). Di UU ini pengakuan dan perlindungan diberikan kepada bank komersial kapitalis dalam bentuk fasilitasi penjaminan dari Lembaga Penjaminan Simpanan dan dana talangan sebagai last resource atau bantalan ketika hadapi krisis.

Tak hanya sampai disitu, koperasi simpan pinjam yang bergerak di sektor keuangan mikro itu juga digencet dengan berikan kepada bank komersial kapitalis subsidi bunga, subsidi kredit macet, modal penyertaan, dana penempatan. Koperasi, terutama koperasi simpan pinjam sengaja dihancurkan oleh kebijakan pemerintah.

Sebagai gambaran saja, Bank Komersial kapitalis pada tahun 2023 ini dianggarkan mendapatkan sumbangan dari pemerintah yang diambil dari uang pajak dan termasuk yang dibayar oleh gerakan koperasi. Menurut nota keuangan tahun 2023 dan kebijakan Kemenko Perekonomian mereka diberikan anggaran sumbangan pemerintah sebesar 64,2 triliun rupiah. Hal ini dapat dilihat dari Nota Keuangan 2023 dan kebijakan kredit program pemerintah dalam bentuk Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Koperasi memang harus dibangun dari kekuatanya sendiri, namun memberikan regulasi dan kebijakan yang berikan peluang esklusif dan perkuat korporasi kapitalis dan nihil untuk koperasi itu sama dengan berikan pisau tajam mereka untuk sengaja bunuh koperasi.

Jakarta, 13 Maret 2023

Suroto
Ketua AKSES (Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis) Indonesia

Suroto

Related posts

banner 468x60

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *