Kredit Usaha Rakyat Sebagai Perampokan Pajak

JAKARTA, jurnal-ina.com – Dalam rangka meningkatkan akses kredit untuk rakyat, pemerintah mengembangkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Tapi kenyataanya, justru program yang dilabeli istilah rakyat ini justru lebih banyak berikan keuntungan bagi lembaga keuangan terutama bank komersial sebagai makelar program ketimbang yang diterima rakyat.

Melalui kebijakan KUR, bank sebagai lembaga penyalur program sesungguhnya selama ini yang menangguk untung dari subsidi yang berasal dari uang negara bersumber dari pajak yang dibayar masyarakat. Jumlahnya tak tanggung-tanggung, setiap tahunya mencapai angka puluhan triliun rupiah dan setiap tahun terus dinaikkan besaranya.

Read More

Program KUR ini berbeda dengan model penyaluran program pemerintah seperti biasa dengan model channeling, di mana uang negara disalurkan langsung kepada masyarakat dan lembaga keuangan hanya berperan murni sebagai perantara saja. Uang yang disalurkan bank penyalur KUR menggunakan uang mereka sendiri, namun bank mendapatkan subsidi sebesar prosentase tertentu dari uang yang mereka salurkan sesuai ketentuan yang diatur oleh Peraturan Presiden (Perppres) hingga Peraturan Menteri (Permen).

Beberapa ketentuan terbaru menetapkan berapa target jumlah KUR yang akan disalurkan bank beserta besaran prosentase subsidi yang diberikan negara kepada bank, prosentase imbal jasa penjaminan ( IJP), tingkat suku bunga minimal yang harus dibayar nasabah KUR, batas pinjaman nasabah KUR, sasaran penerima KUR dan lain lain..

Bagi orang awam, kedengaranya KUR ini dianggap baik karena telah mampu membuat nasabah penerima KUR membayar bunga pinjaman yang rendah kepada bank. Padahal kalau tidak dibatasi oleh ketentuan pemerintah, bisa saja pinjaman itu diberikan oleh bank dengan bunga nol persen sekalipun. Bank akan tetap masih menangguk untung karena subsidi negara, uang rakyat yang disubsidikan kepada bank memang sangat besar jumlahnya.

Pada tahun 2023, besaran subsidi KUR dari negara sebesar 13% dengan target kuota penyaluran KUR sebesar 460 triliun rupiah (Kemenko Perekonomian, 2022). Artinya  untuk tahun 2023 saja, pemerintah akan berikan subsidi kepada bank sebesar 59,8 triliun rupiah. Jika jumlah di atas ditambah subsidi Imbal Jasa Penjaminan (IJP) dengan  acuan asumsi angka NPL KUR tahun 2022 sebesar 1,1%, maka subsidi IJP yang dianggarkan tahun 2023 untuk bank akan ditambah sebesar 5,06 triliun rupiah.

Sehingga total angka anggaran subsidi yang akan diterima bank penyalur keseluruhan sebesar Rp64, 86 triliun. Walaupun ditulis di nota keuangan 2023 hanya sebesar 45,2 triliun rupiah. Angka hampir sama dengan yang dianggarkan pemerintah untuk Alokasi Dana Desa pada tahun 2023 sebesar Rp70 triliun (Nota Keuangan 2023).

Bank Tetap Akan Menangguk

Pemerintah juga menetapkan batas penyaluran bunga kredit kepada nasabah KUR pada tahun 2023 adalah sebesar 3%. Ini artinya bank masih akan menerima pendapatan bunga sebesar 3% yang dibayar oleh nasabah. Namun jika sumber modal bank dari bunga deposito nasabahnya sebesar kurang lebih 3% maka bank tetap akan menangguk untung bersih dari program KUR sebesar 13%.

Dalam penyaluranya, Bank BRI  adalah yang terbesar. Jika dibuat rata-rata dalam 3 tahun terakhir adalah sebesar 68%. Artinya untuk BRI sendiri pada tahun 2023 akan menikmati keuntungan bersih dari subsidi negara sebesar 44,1 triliun rupiah dari program KUR. Padahal Bank BRI ini adalah perusahaan publik yang saham publiknya di pasar modal sudah dimiliki asing di atas 74% ( Laporan Tahun Tutup Buku BRI, 2022).

Negara telah dan akan mensubsidi untuk pembagian bonus bagi komisaris dan direksi bank komersial, pemegang saham dan termasuk pemegang saham orang asing. Mereka menikmati untung dari pajak yang dibayar rakyat.

Pajak yang dibayar rakyat untuk tujuan berikan keuntungan bagi bankir bank komersial yang sudah “go public” dan sebagian sahamnya dimiliki asing adalah bentuk perampasan uang negara secara terang-terangan dan nir-moral.

Kebijakan KUR pada tahun 2023 ini juga berikan batasan plafon pinjaman hingga 500 juta rupiah. Ini tentu sudah menyalahi tujuan dan sasaran KUR adalah rakyat kecil dan usaha mikro yang memiliki usaha layak (feasible) namun belum mampu penuhi keseluruhan ketentuan bank (bankable). Plafon 500 juta adalah kelompok orang yang tidak layak menerima subsidi negara. Mereka seharusnya sudah mampu mengakses kredit komersial bank.

Kebijakan KUR ini tak hanya sebabkan moral hazard, tapi telah dengan terang-terangan merampok uang rakyat, para pembayar pajak demi keuntungan yang dinikmati para bankir.

Jakarta, 22 Maret 2023

Suroto
Ketua AKSES (Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis) dan CEO INKUR Federation (Induk Koperasi Usaha Rakyat)

Suroto

Artikel ini sudah terbit di jurnal-idn.com

Related posts

banner 468x60

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *