JAKARTA, jurnal-ina.com – Koperasi gagal bayar sangat sering terjadi. Kasusnya terus berulang-ulang dan menyangkut banyak masyarakat anggotanya dan kerugian materiil uang yang cukup besar hingga triliunan rupiah.
Sebut misalnya potensi kerugian yang ditaksir dari 8 koperasi bermasalah yang ditangani Satuan Tugas (Satgas) Koperasi Bermasalah Kemenkop dan UKM hingga Rp26 triliun dan bahkan menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berpotensi hingga 106 triliun rupiah.
Masyarakat atau anggota koperasi yang awam terhadap masalah regulasi koperasi sangat sering jadi korban koperasi gagal bayar. Mereka tidak mendapatkan uangnya kembali dan bahkan putusan pengadilan seringkalinya justru membuat putusan bebas atau sanksi yang ringan bagi pengurus koperasi. Termasuk yang terjadi pada kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya akhir-akhir ini.
Vonis bebas yang terjadi pada pengurus KSP Indosurya disebabkan karena fakta hukum di peradilan terkait tindak pidananya tidak dapat dibuktikam oleh penggugat. Para penggugat biasanya adalah anggota yang awam terhadap masalah hukum koperasi. Ketika terjadi masalah gagal bayar, biasanya mereka langsung mengambil jalur formal hukum bawa ke pengadilan.
Mereka tidak paham jika anggota itu kedudukanya dalam hukum koperasi bukan hanya sebagai nasabah, namun sebagai pemilik dari koperasi yang bahkan jika terjadi kerugian atau resiko musti turut bertanggungjawab terhadap penyelesaian kewajiban koperasi kepada pihak luar.
Anggota banyak yang tidak paham, jika pengurus itu hanya merupakan pihak manajemen. Bukan sebagai pemilik perusahaan koperasi. Bukan seperti yang terjadi pada sistem perbankkan.
Anggota juga biasanya tidak paham jika kuasa tertinggi di koperasi itu adalah Rapat Anggota. Penyelesaian masalah koperasi melalui mekanisme internal organisasi atau perusahaan koperasi ini biasanya setiap terjadi masalah langsung dilewati dan dibawa ke pengadailan. Padahal Rapat Anggotalah sebetulnya yang jadi tempat penyelesaian masalah koperasi pertama dan tentukan posisi masalah yang sesungguhnya. Apakah murni masalah perdata atau ada unsur pidananya.
Masalah semakin runyam biasanya karena ketidaktahuan anggota ini dimanfaatkan oleh Pengurus yang memahami betul masalah hukum koperasi dan mengambil celahnya dengan bekerjasama dengan pihak pengacara (kurator). Sebut misalnya kasus suap kepada hakim agung oleh pengurus yang bekerjasama dengan pengacara pada KSP Inti Dana yang bertujuan untuk mempengaruhi putusan hakim dalam proses pemailitan koperasi.
Banyak Sekali Kelemahannya
Di dalam UU No. 25 Tentang Perkoperasian yang berlaku memang banyak sekali kelemahanya dan paling mendasar karena UU ini juga tidak imperatif atau tidak mengatur masalah sanksi secara tegas jika terjadi pelanggaran. Hal inilah yang menjadi celah hukum dari oknum yang ingin manfaatkan koperasi jikapun mereka berniat dari awal ingin ” menipu” anggota atau masyarakat.
Anggota KSP bermasalah biasanya lakukan investasi karena faktor iming-iming nilai bunga atau pemgembalian yang cukup tinggi. Anggota tidak peduli jika investasi atau tabunganya itu juga sangat rentan terhadap resiko gagal bayar dan tanpa penjaminan seperti halnya jaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di bank.
Anggota yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup terhadap tata kelola koperasi, biasanya tidak peduli dengan isi Anggaran Dasar (AD) koperasi yang sebetulnya dalam hukum perkoperasian kita sangat penting kedudukanya. Karena UU kita banyak mendelegasikan pengaturan koperasi itu ke AD.
Dalam AD biasanya “diatur” oleh Pegurus agar kegiatan investasi yang beresiko itu dibuat dengan batasan yang besar atau bahkan dibuat memiliki kewenangan penuh untuk investasikan uang anggota ke berbagai sektor. Sehingga ketika terjadi masalah dengan investasi koperasi ke portofolio di luar pengurus tidak dapat disalahkan atau hanya dianggap sebagai kasus perdata biasa.
Kepesertaan anggota biasanya juga tidak diperhatikan. Padahal bukti-bukti keanggotaan yang dibuktikan di buku anggota itu dan disimpan oleh koperasi juga yang tentukan kedudukan anggota di koperasi. Banyak pengurus koperasi abal-abal yang kelabui anggota hanya dengan diberikan kartu anggota dan atau bentuk lainnya yang sama sekali tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti di pengadilan.
Masalah koperasi gagal bayar dan kerugian-kerugian yang diderita oleh banyak anggota pada dasarnya karena banyak masyarakat yang tidak tahu soal koperasi dan tata kelola investasi karena tergiur oleh iming-iming tingkat bunga atau pengembalian yang ditawarkan koperasi. Biasanya ditambah dengan provokasi atau endorser dari pejabat pemerintah yang ikut menglorifikasi koperasi-koperasi tersebut.
Pihak-pihak oknum pengurus kemudian memanfaatkan celah kelemahan hukum yang ada dan ketidak pahaman anggota terhadap mekanisme kerja koperasi.
Jakarta, 3 Februari 2023
Suroto
Suroto