JAKARTA, jurnal-ina.com – Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) bersama stakeholder menggodok draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian untuk menggantikan UU Nomor 25 Tahun 1992 dengan berbagai isu strategis mencakup ketentuan modal, pola tata kelola, perluasan lapangan usaha dan penguatan ekosistem perkoperasian.
“Saya menilai, UU baru ini akan menjadi solusi sistemik, serta solusi jangka panjang untuk membangun koperasi Indonesia menjadi lebih sehat, kuat, mandiri dan tangguh,” kata MenKopUKM Teten Masduki usai rapat dengan Deputi Bidang Perkoperasian KemenKopUKM bersama Tim Ahli di Jakarta, Selasa (20/9/2022).
Menurut MenKopUKM, penguatan ekosistem perkoperasian akan dilakukan dengan beberapa upaya. Pertama, inisiatif pendirian Lembaga Pengawas Independen untuk memperkuat pengawasan, khususnya bagi sektor simpan pinjam koperasi.
“Koperasi-koperasi skala menengah dan besar dengan jumlah anggota puluhan dan bahkan ratusan ribu orang, pengawasannya perlu diperkuat agar lebih prudent dan menjadi terpercaya,” ujar MenKopUKM.
Kedua, inisiatif pendirian Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi. Tujuannya, untuk membangun rasa aman dan nyaman bagi anggota-anggota koperasi menyimpan dananya di koperasi.
“Ini sesuai dengan aspirasi gerakan koperasi di Indonesia bahwa Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi adalah mutlak dibutuhkan untuk memperkuat ekosistem perkoperasian saat ini,” ujar Teten Masduki.
Ketiga, pengaturan tentang kepailitan, di mana kepailitan satu koperasi hanya dapat ditetapkan oleh pejabat berwenang. Tujuannya, agar penanganan masalah koperasi dapat mengikuti tahap-tahap yang tepat dan tidak terganggu klaim pailit, baik internal maupun tuntutan dari eksternal.
“Kepailitan memang benar-benar obyektif melalui serangkaian mekanisme atau proses dan penetapan tertentu,” lanjut MenKopUKM.
Teten Masduki bersama perancang UU Koperasi yang baru
Keempat, pengaturan sanksi pidana yang dibutuhkan untuk melindungi badan hukum, anggota dan masyarakat luas dari penyalahgunaan dan/atau penyelewengan praktek berkoperasi.
Dengan pengaturan pidana, Teten meyakini berbagai celah yang selama ini dimanfaatkan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab menjadi berkurang.
Peran Pengawas
Selain keempat upaya tersebut, UU baru mendatang juga akan memperkuat peran pengawas. Selama ini di lapangan banyak pengawas tidak berperan, lebih terlihat sebagai pelengkap struktur organisasi saja.
Dalam RUU ini diatur bahwa pengawas dikenai tanggung jawab atas kerugian bila lalai mengawasi koperasinya.
“Dengan ketentuan itu harapannya pengawas akan makin waspada dan benar-benar memerankan fungsinya dengan sebaik-baiknya,” ulas Teten.
Dengan beberapa upaya itu, maka kasus 8 koperasi bermasalah dapat diantisipasi, dihindari dan bila terjadi ditangani dengan sebaik-sebaiknya di masa-masa mendatang.
Saat ini, terang MenKopUKM, pemerintah tidak memiliki instrumen yang cukup sehingga kurang optimal dikarenakan keterbatasan pengaturan pada regulasi eksisting.
“Bagaimana pun kasus 8 koperasi bermasalah dengan taksiran kerugian mencapai Rp26 triliun menjadi peringatan bahwa regulasi yang ada memiliki celah dan lubang yang dapat dimanfaatkan pihak-pihak tidak bertanggung jawab,” Teten mengemukakan.
Artikel ini sudah terbit di govnews-idn.com