“Giman Plus” Jakarta

JAKARTA, jurnal-ina.com – SAYA membayangkan apa jadinya kota metropolitan Jakarta yang dikepung gedung beton dan pencakar langit, tanpa taman? Panas, polusi, membosankan campur aduk. Mungkin karena alasan itu juga banyak warganya memilih keluar kota setiap akhir pekan. Ke Puncak, Bogor atau Bandung, misalnya.

Itu dulu. Wajah taman-taman di Jakarta dalam beberapa tahun terakhir, mengalami banyak perubahan. Jumlahnya juga lebih banyak. Dibeberapa sudut permukiman sering dijumpai taman. Desain tamannya eye catching. Kekinian dan menonjolkan ikon lokal. “Bukan hanya revitalisasi tapi lebih banyak taman yang dibangun baru. Desain dan penamaannya pun beda-beda disesuaikan keinginan komunitas warga setiap wilayah,” kata Awaludin ST, fasilitator  taman-taman kota di Jakarta.

Dia mengungkapkan konsep taman yang diinginkan, misalnya  “Taman Pejatian” di wilayah Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Tadinya disitu rumah tua tidak berpenghuni. Kemudian dibeli Pemprov DKI Jakarta. Taman yang mengusung konsep lokal dengan ornamen gigi balang dan “laser cut” tari Betawi ini diberi nama “Pejatian” karena dulunya di kawasan itu banyak pohon jati.

Fasilitasnya? Jangan ditanya. Lumayan lengkap, menurut saya. Di taman ini tersedia berbagai fasilitas buat pengunjung. Ada ruang baca, bangunan serbaguna, area lomba burung, area permainan anak hingga area mini skateboard. Lalu ada “feature wall” berupa jendela intip, serta mural ondel-ondel.

Bergeser ke wilayah barat, ada taman “kembang kerep”. Menurut Awal-begitu dia akrab disapa- taman tersebut tadinya area yang nganggur tak dimanfaatkan. Namun kini fungsinya sudah berubah dan bisa digunakan untuk kegiatan masyarakat. “Itu dulunya kawasan yang tak termanfaatkan, ada di tempat keluaran exit tol. Lalu teman-teman dari Suku Dinas Pertamanan dan Kehutanan  Jakarta Barat menyulapnya jadi tempat bermain.”

Pernah suatu ketika Awal menceritakan sedang berkeliling malam hari. Dirinya bertemu seorang ibu yang tinggal di kawasan padat penduduk, mengeluh anaknya rewel tiap malam, tidak bisa tidur karena kepanasan. Awal percaya, dengan banyaknya taman setidaknya menjadikan kota ini makin sejuk. “Dulu kota ini panas bikin gerah. Anak-anak kagak bisa tidur enak. Sekarang mah…udah mendingan pak lebih adem,” ujarnya menirukan curhatan ibu tadi.

Dari sisi penamaan, taman-taman yang sudah dibangun itu melalui proses demokrasi dan kajian historis. Misalnya “Taman Telur’ di kawasan permukiman elit Kemang. Lokasinya tak jauh dari rumah selebritas Luna Maya. Warga setempat sampai voting dan selisih satu suara. Dulunya di situ ada batu besar berbentuk mirip telur. “Saya bersyukur dan terima kasih pak. Sejak ada taman ini rumah saya gak terhalang tembok bangunan lagi. Malah sekarang, pas keluar rumah bisa langsung menikmati taman yang asri,” cerita seorang warga kepada Awal.

Taman di salah satu sudut Jakarta yang asri

Tiga taman tersebut adalah bagian dari 377 taman maju bersama (TMB) yang sudah dibangun oleh Pemprov DKI Jakarta dalam tiga tahun masa pemerintahan Gubernur Anies Baswedan. Bahkan diklaim 99% wilayah di Jakarta sudah menjadi taman. “Setiap 800 meter wilayah di Jakarta pasti dijadikan taman,” ujar Gubernur Anies. Pada tahun ini saja, dia menargetkan pembangunan 200 taman. Rata-rata per tahun 50 taman.

Ah, itu hanya deretan angka statistik. Dia tidak tertarik membincangkannya. Baginya, yang penting warganya bahagia bisa menikmati keasrian, teduhnya taman, serta bisa jadi salahsatu cara refreshing singkat ditengah padatnya kegiatan sehari-hari. Selain berfungsi sebagai ruang terbuka hijau (RTH), keberadaan taman juga dapat menjadi sarana perkembangan dan pertumbuhan kejiwaan anak-anak.

Bicara taman, bila menengok kebelakang, ada beberapa pejabat kepala daerah selevel wali kota sangat perhatian dengan taman. Sakin cintanya, mereka pun dapat julukan “Wagiman” alias wali kota gila taman. Sekarang, bermunculan “wagiman” baru tersebar di sejumlah kota. Saya jadi teringat dengan ucapan guru besar dari Universitas Indonesia (UI). Saya lupa namanya. Dia bilang, negeri ini memerlukan pemimpin ‘gila’ seperti mereka. Bukan hanya pada level wali kota atau bupati saja,  bahkan lebih ke atas lagi. Misalnya, setingkat gubernur hingga menteri.

Saat menjadi Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan suka sekali ke taman. Tak sekedar menyapa tapi berinteraksi dengan warga. Kadang jogging bareng. Bahkan lebih dari itu, dia juga sekalian mendengar dan menyerap langsung curhatan ataupun aspirasi para warganya. Ibarat peribahasa, sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui.

Dibanding kepala daerah lain, boleh dibilang menurut saya, Gubernur Anies  selangkah lebih maju untuk urusan taman. Dia merubah konsep taman. Dari sebelumnya “garden” menjadi “park”.  Dari yang bersifat statis, karena orang datang hanya untuk memandang aneka tanaman menjadi lebih dinamis. Warga bisa bebas bermain dan berinteraksi. Tidak ada lagi tulisan,”Dilarang menginjak rumput.”

Hampir seluruh taman yang dibangun dan revitalisasinya di wilayah Jakarta sudah didatanginya. Maka saya pun menyebutnya “Giman Plus” alias Gubernur Gila Taman. Sedangkan “Plus” singkatan dari “Park untuk semua”.

RUSMAN MADJULEKKA

Fasilitas bermain juga ditampilkan di taman ibu kota ini. Foto: RM

Artikel ini sudah terbit di govnews-idn.com

Related posts

banner 468x60

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *