JAKARTA, jurnal-ina.com – Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengatakan redesain model bisnis ekonomi digital di Indonesia bertujuan melindungi industri dalam negeri, termasuk e-commerce dalam negeri, UMKM dan juga konsumen.
MenKopUKM Teten Masduki menjelaskan signifikansi redesain model bisnis ekonomi digital usai Rapat Koordinasi terkait pembahasan lanjutan mengenai Usulan Perubahan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020, Tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) di Jakarta, Selasa (14/6/2022).
MenKopUKM mengakui, kebijakan nasional ekonomi digital itu luas, mencakup pengaturan data, marketplace dan sebagainya. “Tapi yang akan kita percepat itu mengenai revisi Permendag 50/2020 tentang perdagangan secara elektronik,” tutur Teten.
Pihaknya mengundang seluruh stakeholder agar memberikan masukan dan usulan terkait perubahan Permendag tersebut. “Sehingga, nantinya, Permendag itu betul-betul dan sesuai dengan kebutuhan kita,” katanya.
Teten Masduki menegaskan bahwa langkah untuk melindungi produk dalam negeri dan UMKM harus tetap menjadikan Indonesia sebagai tempat yang atraktif bagi investasi asing.
“Kita juga bukan ingin menutup pasar Indonesia untuk produk asing. Tapi, kita ingin produk asing atau impor playing field yang sama dengan produk dalam negeri dan UMKM,” ujar MenKopUKM.
Dia berharap pasar ekonomi digital Indonesia yang diprediksi nilainya pada 2030 mencapai Rp5.400 triliun bisa sebesar-besarnya dinikmati produk dalam negeri dan UMKM.
Dijabarkan, ada beberapa hal yang akan diatur. Di antaranya, mengenai Predatory Pricing yang sekarang banyak dilakukan e-commerce, termasuk Cross Border yang berdampak pada produk UMKM tidak bisa bersaing.
Ratas tentang usulan revisi Permendag 2020
“Predatory pricing itu bisa membunuh produk dalam negeri dan UMKM. Dan itu sudah tidak masuk akal. Di mana ada kekuatan ekonomi besar yang bakar uang yang bisa membunuh UMKM,” tegas MenKopUKM.
Hal lainnya adalah yang menyangkut ritel online (produk impor). “Kita ingin mereka harus impor barang dulu ke Indonesia secara konvensional, baru boleh jualan produknya di Indonesia.”
Teten juga ingin perubahan itu mengarah pada posisi dan peran e-commerce cukup sebagai penyedia plattform, bukan sekaligus jualan produknya sendiri atau produk dari perusahaan afiliasinya.
“Saya ditugaskan Presiden untuk mengkoordinasikan ini, karena juga menyangkut kementerian lain, seperti Mendag, Menkominfo dan Menkeu terkait pajak dan pabean,” ulas menteri.
Dalam kesempatan sama, Ketua Umum Asosiasi Ecommerce Indonesia (idEA) Bima Laga menegaskan bahwa pihaknya akan memberikan masukan yang komprehensif agar revisi Permendag 50/2020 bisa menciptakan ekosistem dan iklim yang membuat pasar bersaing secara sehat.
Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah berharap revisi Permendag 50/2020 bisa segera terealisasi, karena sudah lama pihaknya meminta perlakuan yang sama antara online dan offline (ritel).
“Selain itu, perdagangan online itu belum banyak diatur. Sementara di ritel, kita ada kewajiban 80% produk kami harus lokal,” kata Budihardjo.
MULIA GINTING – ERWIN TAMBUNAN
MenKopUKM Teten Masduki tertawa lepas saat rapat terbatas tentang usulan perubahan Permendag 2020 di kantornya. Foto: KemenKopUKM
Artikel ini sudah terbit di govnews-idn.com