JAKARTA, jurnal-ina.com – Paramadina Graduate School of Diplomacy (PGSD) Universitas Paramadina terlibat dalam Kolaborasi Lintas Negara untuk pengelolaan Kawasan Samudera Hindia: Harmonisasi Kebijakan Negara dan Kolaborasi “People to People”.
Ini merupakan peran akademis di luar kampus. Yang penting karena para intelektual harus peka terhadap kejadian di lingkungan sekitarnya.
Hal Ini disampaikan Dr. phil. Shiskha Prabawaningtyas Direktur Paramadina Graduate School of Diplomacy, Universitas Paramadina di Jakarta, Kamis (3/2/2022).
Shiskha juga menyatakan bahwa masalah kepentingan nasional (national interest) adalah isu penting masing-masing negara dan mesti dipertemukan bersama agar tercipta kedamaian dan keadilan regional dan global.
“Pada saat ini ada perubahan mendasar dan pergeseran orientasi dan peningkatan kepentingan nasional negara-negara terhadap akses, kontrol dan penguasaan wilayah laut semakin dinamis, kompleks, kompetitif dan bahkan cenderung konfliktual. Karena itu, gesekan-gesekan tidak bisa dihindari,” katanya.
Dia juga menyatakan bahwa perubahan menggunakan terminologi Asia Pasifik menjadi Indo Pasifik dalam kebijakan dan diskursus publik menjadi salah satu indikator.
“Indonesia, tentu, sangat berkepentingan untuk berperan dan berkontribusi aktif dalam upaya perumusan tata kelola dan rejim internasional di wilayah laut sebagai bagian dari pembangunan dan penguatan jati diri sebagai negara maritim Indonesia termasuk di kawasan Samudera Hindia,” tambahnya.
Mereka yang ikut berpartisipasi
Pada tahun 2017, Indonesia menginisiasi struktur “Summitry” atau Konferensi Tingkat Tinggi pada organisasi negara-negara di kawasan Samudera Hindia atau Indian Ocean Rim Association (IORA).
Pergeseran geopolitik dunia khususnya pasca penghentian mobilitas dan aktifitas ekonomi dunia akibat Pandemi Covid-19 semakin mendorong urgensitas bagi upaya harmonisasi kebijakan negara di kawasan Samudera Hindia.
Sejak 5 Januari 2022, Dubes Salman Al Farisi (Duta Besar Indonesia untuk Afrika Selatan merangkap Republik Botswana, Kerajaan Eswatini dan Kerajaan Lesotho) bertindak sebagai Sekretaris Jenderal IORA setelah menerima mandat kepercayaan dari para negara anggora IORA pada pertemuan ke-21 Dewan Menteri (Council of Ministers) IORA pada 17 November 2021.
Paramadina Graduate School of Diplomacy berkolaborasi dengan 6 universitas dari negara anggota IORA kembali menyelenggarakan kelas internasional “Hubungan Internasional di Kawasan Samudera Hindia” secara online pada tanggal 31 Januari-16 Februari 2022. Adapun enam universitas partner yang bergabung adalah University of Western Australia, University of Pretoria Afrika Selatan, Jawaharlal Nehru University India, University of Mauritius Mauritius, University of Dhaka Bangladesh dan Emirates Diplomatic Academy, Uni Emirates Arab.
“Kelas internasional ini diikuti oleh 31 mahasiswa paska sarjana (Master) yang berasal dari 6 universitas partner dan mendapat dukungan penuh dari Sekretariat IORA,” kata salah satu Convenors dan Koordinator Program dari Indonesia.
Kelas internasional ini dilakukan dengan mengadopsi 5 Zona Waktu, yaitu Waktu Pretoria, Abu Dhabi, New Dehli, Dhaka, Jakarta dan Perth. Kelas dimulai pukul 9 pagi waktu Pretoria atau 3 sore waktu Jakarta dan berakhir pukul 12 siang waktu Pretoria atau 5 sore waktu Jakarta. Bahkan ada mahasiswa yang tetap ikut kelas dalam kondisi isolasi mandiri akibat terinfeksi Covid-19.
Pada hari pertama kelas, Senin, 31 Januari 2022, kelas disusun dalam format “High Level Panel” dengan narasumber Dubes Salman Al Farisi (Sekjen IORA – Indonesia), Dubes Dr. Anil Sooklal (Deputy Director-General, Asia and the Middle East, Department of Internationals and Cooperation – South Africa) dan Rear Admiral (ret.) Md. Kurshed Alam (IORA Chair of the Committee of Deniot Official, Bangladesh).
Para intelektual yang peka terhadap kejadian di lingkungannya
Para mahasiswa mendapat kesempatan mendengarkan dan berdiskusi langsung tentang kondisi kekinian di Kawasan Samudra Hindia, termasuk tantangan dan potensi dalam upaya negara-negara anggota IORA mengharmonisasi kebijakan nasionalnya dalam pengelolaan Kawasan Samudera Hindia. Isu perubahan iklim, penanganan pandemi Covid-19 dan revolusi digital menjadi penting dan prioritas selain arah pembangunan ekonomi dan “political will” para negara anggota dan partner dialog.
Hari kedua, Selasa 1 Februari 2022, para mahasiswa fokus mendengarkan paparan para narasumber dan berdiskusi tentang dinamika aspek sosial budaya dan lingkungan di Kawasan Samudera Hindia ini.
Dalam sesi dinamika sosial budaya, Dr. Nivedita Ray (Indian Council on World Aiffair, India); Prof. Samina Yasmeen (UWA Centre for Muslim States and Society, Australia) memaparkan tentang praktek dan pengaruh diaspora, migrasi, perbudakan bagi akulturasi budaya, kebijakan negara serta tatanan sistem politik, ekonomi dan sosial budaya di kawasan ini.
Pada sesi dinamika lingkungan, Dr. Gatot Gunawan (Director Blue Economy and Fisheries Management, IORA) Prof. Erika Techera (Law School, UWA) dan Dr. Alexander Davis (UWA) memaparkan tentang persoalan dalam isu lingkungan termasuk tantangan rezim hukum internasional dan upaya IORA mengharmonisasikan kebijakan negara yang berbeda-beda.
Di hari ketiga, Rabu, 2 Februari 2022, Sanusha Naidu (Institute for Global Development, South Africa) memaparkan secara konstruktif dan kritis tentang persoalan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di kawasan termasuk persepsi agresifitas tentang ekspansi ekonomi China dan penguatan perdagangan intra-kawasan versus inter-kawasan.
Dalam dua minggu ke depan mahasiswa akan kembali mendengarkan dan berdiskusi dengan para narasumber ahli dengan topik dan isu berbeda. Pelaksanaan kelas internasional diselenggarakan dalam format 3 hari sepanjang durasi 3 minggu dengan mempertimbangkan kondisi mahasiswa dan beban pembelajaran. Selain memberikan kesempatan berinterkasi antar mahasiswa di luar ruang kelas formal online melalui platform digital sebagai bentuk kenormalan baru paska pandemi dan kebutuhan dasar interaksi sosial.
Di akhir kelas, mahasiswa yang dibagi dalam 5 kelompok akan mempresentasikan hasil diskusi dan kerja kelompok tentang salah satu isu atau aspek tentang Hubungan Internasional di Kawasan Samudera Hindia sebagai salah bentuk nyata satu kegiatan kolaborasi. Selain membangun jaringan baru antar mahasiswa dan memproduksi pengetahuan bersama. “Ini merupakan salah satu bentuk nyata dari kolaborasi “people to people,” ujar Shiskha.
UP – DOLAT MUNTHE
Dr. phil. Shiskha Prabawaningtyas mengatakan bahwa perubahan menggunakan terminologi Asia Pasifik menjadi Indo Pasifik dalam kebijakan dan diskursus publik menjadi salah satu indikator. Foto: UP